
KAMPUNGBERITA.ID – Seratus hari pasca musibah banjir dan tanah longsor di Pacitan, masih banyak dijumpai warga terdampak bencana yang tinggal di pengungsian. Fenomena memprihatinkan itu terjadi di Desa Kedungbendo, Kecamatan Arjosari.
Di desa tersebut sedikitnya ada empat kepala keluarga yang berada di Dusun Kedunggrombyang. Sampai saat ini masih menempati tenda darurat yang didirikan warga di sekitar aliran anak Sungai Grindulu. Mereka menempati tenda beratap terpal dan berdinding bahan bekas selama tiga bulan ini.
Tempat pengungsian itu pun masih terbilang tidak aman. Terlebih saat hujan deras mengguyur. Meskipun telah disewakan rumah untuk satu tahun oleh pemkab setempat, namun belum membuat mereka nyaman. Sebab rumah kontrakan itu juga pernah dihajar longsor.
“Harapan kami bantuan rehab rumah atau relokasi dari pemerintah segera ada kejelasan,” jelas salah seorang pengungsi, Jumat (9/3).
Masih tingginya curah hujan yang turun di wilayah Kecamatan Arjosari, memang berpotensi terjadi banjir maupun tanah longsor. Sementara sampai dengan 100 hari pasca bencana, masih banyak korban bencana dengan rumah rusak dan relokasi yang belum tersentuh. Melainkan sebatas pendataan.
Korban bencana mulai bertanya -tanya terkait realisasi bantuan tersebut. Salah satunya bantuan jaminan hidup yang pernah dijanjikan sebesar Rp 900 ribu per jiwa, yang hingga detik ini semakin tak jelas.
“Katanya korban bencana dapat bantuan 300 ribu per jiwa selama 3 bulan. Tapi tidak ada kejelasan sampai sekarang,” ungkap Misranto warga Desa Klesem, Kecamatan Kebonagung.
Sementara itu, data penyaluran bantuan bencana pun sampai saat ini juga belum jelas. Terlebih bantuan berupa uang yang masuk di beberapa dinas terkait seperti Dinas Sosial misalnya, sampai saat ini belum ada laporan publik secara akuntabel. Bahkan belakangan sempat menguat kabar muncul aliran dana bantuan berupa uang tunai dengan nominal cukup fantastis dan diduga masuk ke rekening oknum. KBID-PAC