KAMPUNGBERITA.ID – Gubernur Jawa Timur Soekarwo akan mempertemukan Bupati Faida dan DPRD Jember, setelah 10 Januari 2018. Kabar ini disampaikan Wakil Ketua Komisi A DPRD Jawa Timur Miftahul Ulum, Senin (8/1).
DPRD Jatim sudah berkirim surat dan menyampaikan secara lisan kepada gubernur agar segera mempertemukan eksekutif dan legislatif di Jember, terkait belum ditetapkannya APBD 2018.
“Gubernur berjanji mudah-mudahan setelah 10 Januari akan mengagendakan pertemuan antara bupati, pimpinan DPRD Jember, dan pimpinan Komisi A DPRD Jawa Timur untuk duduk bareng dan secepatnya menyelesaikan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara), sehingga bisa melakukan pembahasan RAPBD 2018,” kata Ulum.
Jember adalah satu-satunya daerah di Jatim yang belum menetapkan APBD 2018. Padahal seharusnya Rancangan APBD 2018 harus ditetapkan menjadi perda selambat-lambatnya 30 November 2017. Ini semua dikarenakan belum adanya kesepahaman mengenai KUA-PPAS yang menjadi dasar pembahasan APBD. Bupati tidak menyetujui realokasi Rp 125 miliar yang diusulkan Dewan, salah satunya menyangkut tambahan anggaran untuk kesejahteraan guru tidak tetap dan pegawai tidak tetap sebesar Rp 25 miliar dan penghapusan anggaran Rp 17 miliar untuk makanan dan minuman di Bagian Umum.
Komisi A DPRD Jatim sudah mengundang Biro Hukum dan Biro Pemerintahan Umum Pemprov Jatim untuk membahas persoalan ini. Gubernur mengeluarkan surat persetujuan terhadap Peraturan Bupati APBD 2018.
“Surat peraturan kepala daerah ini darurat untuk mengantisipasi kekosongan hukum selama Peraturan Daerah APBD 2018 belum ditetapkan. Tapi tetap disarankan agar Jember harus tetap membahas APBD. Masih ada waktu untuk secepatnya ditetapkan. Begitu APBD Jember ditetapkan, peraturan bupati tidak berlaku,” kata Ulum.
Komisi A sudah dua kali melayangkan rekomendasi kepada gubernur terkait persoalan polemik APBD Jember ini. Komisi A juga meminta gubernur menggunakan kewenangannya sebagai wakil pemerintah pusat untuk memfasilitasi pertemuan antara bupati dan pimpinan DPRD Jember.
“Mudah-mudahan dengan fasilitasi yang dilakukan gubernur, bupati dan pimpinan Dewan demi kepentingan masyarakat secepatnya melakukan langkah-langkah. KUA-PPAS secepatnya disepakati, dan baru melangkah pada pembahasan RAPBD 2018,” kata Ulum.
Ulum menyarankan kepada Bupati Faida agar melakukan upaya kongrit dengan Dewan untuk menindaklanjuti surat teguran gubernur. “Kalau bupati mengabaikan teguran ini, gubernur punya kewenangan menjatuhkan sanksi. Sanksi itu macam-macam, bisa administratif, yang jelas kalau keterlambatan APBD, bisa enam bulan tidak digaji. Kalau keterlambatan itu disebabkan karena bupati terlambat menyerahkan draft APBD atau draft KUA-PPAS, maka yang kena sanksi bupati,” katanya.
“Bisa jadi sanksi itu, bupati disekolahkan selama enam bulan. Bisa jadi sanksi itu pemberhentian sementara atau bahkan pemberhentian secara tetap. Tinggal gubernur melihat Jember seperti apa. Ini nanti akan ada evaluasi dari gubernur. Saya yakin setelah pertemuan, gubernur akan melakukan evaluasi. Kami tetap berharap APBD secepatnya ditetapkan, karena tidak mungkin selama satu tahun menggunakan peraturan kepala daerah,” kata Ulum.
Kewenangan peraturan kepala daerah mengenai APBD 2018 terbatas pada anggaran rutin dan operasional saja.
“Tidak bisa dalam bentuk pembangunan, karena anggaran pembangunan harus dibahas dengan wakil rakyat. Bupati tidak bisa menetapkan anggaran pembangunan sendiri tanpa dilakukan pembahasan atau kesepakatan dengan lembaga Dewan. Kalau (dengan) peraturan kepala daerah bisa melakukan apa saja, ngapain APBD dibahas dengan Dewan. Ya sudah tiap tahun APBD tidak usah dibahas, pakai peraturan kepaal daerah,” kata Ulum.
“Peraturan kepala daerah itu (untuk kondisi) darurat. Sama dengan kita darurat kelaparan di hutan, lalu babi yang haram dimakan. Tapi masa setahun atau selamanya mau makan daging babi? Harus kembali kepada proses normal,” kata Ulum.KBID-JBR