
KAMPUNGBERITA.ID – Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Gunung Agung di Karangasem, Bali, belum tentu meletus. Namun, dia juga menuturkan, potensi Gunung Agung meletus memang menguat.
“Data dari satelit ada inflasi atau penggembungan tubuh dari Gunung Agung karena ada penggelembungan energi. Ini terlihat dari data satelitnya,” kata Sutopo di kantornya, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (25/9).
Sejauh ini, menurut dia, tanda-tanda Gunung Agung akan meletus memang menguat. Berdasarkan pantauan satelit serta pengamatan lainnya, proses yang terjadi di dalam kawah Gunung Agung sangat aktif.
“Semua pengamatan menunjukkan akan meletus, beberapa hari lalu kelihatan ada asap kelabu putih tapi sekarang tidak ada. Namun, proses yang terjadi dalam perut Bumi atau magma masih sangat aktif,” jelas Sutopo.
Menurut dia, saat ini proses evakuasi warga harus terus dilakukan sampai di lokasi aman. Saat ini ada 62 ribu jiwa yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) letusan Gunung Agung.
“Radius 9 km dan ditambah 12 km dari sektor utara, timur laut, tenggara, selatan, barat daya harus kosong. Bahaya terjadi ledakan. Awan panas aliran larva guguran batu lantaran batu pijar dan abu. Ada 62 ribu jiwa yang harus dievakuasi dari radius yang harus dikosongkan dan ribuan ternak,” ujar Sutopo.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) membantah isu yang beredar tentang akan meletusnya Gunung Agung pada Minggu, malam 24 September 2017. Menurut Kepala PVMBG Kasbani, pihaknya tidak dapat memastikan kebenaran isu tersebut.
“Isu tersebut berdasarkan ramalan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh PVMBG,” jelas Kasbani dilansir Liputan6.com.
PVMBG menegaskan, melihat tanda-tanda aktivitas gunung api yang terekam secara visual maupun instrumental. Kesimpulan yang bisa ditarik dari pengamatan itu adalah adanya potensi Gunung Agung meletus.
“Analisis terakhir PVMBG mengindikasikan bahwa energi kegempaan vulkanik Gunung Agung terus meningkat dan memiliki potensi untuk meletus,” ujar Kasbani.
Namun demikian, lanjut dia, baik PVMBG maupun seluruh ahli gunung api di dunia, belum ada yang mampu memastikan kapan letusan akan terjadi.
“Yang jelas, PVMBG terus melakukan pemantauan dan berkoordinasi dengan pemda dan instansi terkait untuk mengantisipasi dampak apabila terjadi erupsi,” pungkas Kasbani.
Sementara apabila para pakar gunung berapi mengatakan, Gunung Agung di Bali “sangat mungkin” meletus dalam hitungan jam atau hari, itu karena getaran tremor yang terekam seismograf menunjukkan peningkatan tajam dalam beberapa hari belakangan.
Stasiun pemantau secara rutin mengumpulkan data tentang getaran tremor di dalam gunung, dengan garis merah runcing mencatat naik turunnya kondisi Gunung Agung dari hari ke hari.
Tapi dua minggu yang lalu, garis merah itu melonjak tajam, yang menurut para ahli merupakan tanda sebuah letusan akan segera terjadi.
Profesor Emeritus Richard Arculus dari Universitas Nasional Australia (ANU), mengatakan, ada kemungkinan gunung berapi itu meletus pada akhir minggu ini.
“Sekitar 70 sampai 80 persen dalam beberapa hari, mungkin 90 persen dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan, tapi saya meninggalkan 10 persen jika tidak terjadi – jadi kemungkinannya ada, tapi apakah itu berlanjut ke letusan atau tidak masih belum pasti,” jelasnya.
Tapi ia mengatakan bahwa tipe sejenis dari krisis seismik telah diketahui terjadi di masa lalu.
“Kuncinya di sini adalah bahwa jumlah gempa bumi meningkat dan tingkat gempa yang terjadi di kerak bumi terus menerus dangkal sehingga cukup memprihatinkan dan berarti lebih mungkin meletus daripada tidak,” terangnya.
Sekitar 35.000 orang telah meninggalkan zona eksklusi 12 kilometer di Bali, di mana ratusan getaran telah dirasakan dalam dua hari terakhir. Bagan di bawah ini juga menunjukkan jumlah getaran tremor – bercak hitam besar menggambarkan di mana kondisinya berada sekarang.
Terakhir kali Gunung Agung meletus adalah pada tahun 1963 ketika lebih dari 1.000 orang tewas dan suhu global turun sedikit demi sedikit.
Profesor Arculus mengatakan bahwa kemajuan teknologi diharapkan bisa mencegah kematian tersebut.
“Kemampuan kita untuk memprediksi letusan telah meningkat drastis sejak peristiwa terakhir ini, jadi kita bisa berharap jumlah korban tewas seperti itu tidak akan terjadi lagi,” ujar Prof Archus.
Ia mengatakan para ilmuwan mengamati jumlah tremor untuk menentukan kapan letusan tersebut bisa terjadi.
Alat ‘tiltmeters’ juga digunakan untuk menentukan apakah gunung berapi itu bersiap-siap meletus dan sifat gas-nya juga membantu para ahli untuk menentukan seberapa cepat letusannya.
“Begitu gunung berapi mulai meletuskan abu ke udara, itu pertanda buruk,” kata Profesor Arculus.
Ia menyebut, jika gunung Gunung Agung meletus, asap abunya bisa bergerak ke seluruh dunia dan berdampak pada perjalanan udara selama berminggu-minggu.
Gunung Agung terletak sekitar 75 kilometer dari Pantai Kuta di mana ribuan turis asal Australia berlibur setiap tahunnya.
Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia mendesak wisatawan untuk memantau situasi, mengikuti instruksi dari pemerintah lokal dan menghubungi maskapai penerbangan jika gunung berapi tersebut meletus.KBID-LIP