KAMPUNGBERITA.ID – Persoalan antrean calon penghuni rumah susun (rusun) di Surabaya harus mendapat perhatian serius. Pemkot Surabaya diminta membuat terobosan baru agar antrean yang mencapai 9.000 hingga 11.000 tidak memakan waktu lama, sehingga calon penghuni mendapat kepastian kapan mulai menempati.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Baktiono mengatakan, antrean rusun di Surabaya ini jelas membutuhkan terobosan yang tepat.
“Sekitar 9 ribu warga Surabaya butuh tempat hunian vertikal, yakni rusun, mengingat antrean sudah hampir 15 tahun. Dari jumlah tersebut sudah ada yang realisasi, tapi juga masih ada yang menunggu,”ujar Baktiono, Senin (29/3/2021).
Menurut dia, masalah ini
perlu sebuah analisa detil terkait kenapa pemkot terlihat berat dalam kaitan pembangunan rusun selama ini, apa karena faktor keterbatasan lahan atau support anggaran APBN yang belum ada atau keterbatasan lahan. Karena itu, lanjut politisi PDIP ini, sampai saat ini pemkot masih hanya membangun rusun berkapasitas 200 penghuni. Jelas, ini tidak bisa mencukupi, sehingga setiap tahun kebutuhan untuk hunian warga tidak akan selesai-selesai.
Untuk itu, lanjut Baktiono, harus dilakukan perubahan sistem bangunan rusun. Kalau selama ini untuk pembangunan rusun lahannya harus sekian hektare luasnya dan sekian ribu meter persegi, sehingga satu blok (tower) bisa dibangun 100 unit.
“Konsep itu harus diubah. Karena tanpa ada perubahan konsep untuk hunian rusun tidak akan tercapai dan akan jadi bom waktu,” tandas dia.
Apa solusinya, Baktiono mengatakan, salah satu konsep yang Komisi C DPRD Surabaya tawarkan adalah rusun yang sudah ada di gang-gang sempit yang saat ini berdiri di atas lahan milik warga.
Pemkot Surabaya harus membebaskan rusun di gang sempit yang kumuh dengan cara membeli lahan warga tersebut. Ini lantaran di gang-gang yang kumuh tersebut kebanyakan lahannya dikontrakkan.
“Kalau kita ingin merehab kota, sekaligus menjadikan tempat hunian yang nyaman, maka Pemkot Surabaya bisa membebaskan daerah tersebut. Yang jelas, kalau lahan di gang- gang sempit nan kumuh itu pasti harganya relatif murah. Dan kalau dibangun rusun paling tidak luas lahan bisa 300 meter persegi. Jadi, dengan luas satu rusun 25 meter persegi, itu masih bisa dipenuhi. Bisa ketemu enam unit dan kalau ditingkat lima lantai akan ada 30 unit, ” papar Baktiono.
Apa keuntungan pembebasan lahan rusun di gang-gang kumuh? Menurut Baktiono, mereka masih tetap bisa berkomunikasi dengan warga lainnya, tidak mengubah kependudukan mereka, tidak menjauhkan anak-anak dari sekolah dan menjauhkan pekerjaan mereka. “Artinya rasa kekeluargaan masih bisa terjalin di situ. Inilah keuntungan membangun rusun di gang-gang. Karena warga yang butuh rusun itu adalah warga yang tidak mampu dan pasti tidak punya mobil, ” tandas dia.
Sebelumnya anggota Komisi C DPRD Surabaya, William Wirakusuma mempertanyakan dengan anggaran cukup tinggi kenapa satu blok atau tower hanya lima lantai, kok tidak 10 lantai saja?
“Kalau ada anggaran Rp 46 miliar kan bisa dibuat satu tower 10 lantai karena ini bisa mengurangi antrean yang cukup banyak. Kalau beban biaya maintenance terlalu tinggi, kan bisa dicarikan lagi dari usaha warga di situ,” tandas William.
Sementara Bidang Sarana dan Prasarana (Sapras) Bappeko Surabaya Andi Prihandoko menuturkan, yang bisa dilakukan untuk mengurangi antrean calon penghuni rusun ya menyediakan rusun. Sementara Pemkot Surabaya dalam setahun hanya bisa membangun dua tower. ” Ya, kami menunggu arahan dari Komisi C. Selain itu, kami juga akan menyiapkan kajian untuk strategi penanganan penyediaan hunian ke depan,” ujar dia.
Soal usulan salah satu anggota Komisi C agar satu tower dibangun sampai 10 lantai, Andi mengaku usulan tersebut akan dikaji. Karena rusun di Surabaya ini kan diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). ” Kalau dibangun 10 lantai tentu konsekuensinya akan meningkatkan biaya konstruksi pembangunan maupun operasional lainnya. Makanya, ini akan kita kaji apakah berimplikasi terhadap besaran sewanya. Karena dari hitung-hitunganDinas Cipta Karya satu tower dengan 10 lantai butuh anggaran Rp 23 miliar, ” jelas dia.
Kepala DPBT Maria Ekawati Rahayu menyatakan, kalau satu tower 10 lantai tentu akan memberatkan penghuni rusun. ” Manusia kan tidak mampu naik tangga sampai 10 lantai tiap hari. Konsekuensinya kan harus ada alat untuk naik, yakni lift. Implikasinya biaya sewa tentu akan naik. Lantaran pasti tambah biaya untuk listrik, ” pungkas dia.KBID-BE