Oleh: Cak Bas (Pegiat Budaya Mojokerto)
SUMPAH Pemuda, sesuai dangan yang terikrarkan pada Konggres ke 2 tanggal 27 – 28 oktober 1928 di Batavia adalah momentum leburnya ego kedaerahan yg sangat parsial, untuk dan demi satu tujuan besar.
Sumpah pemuda adalah embrio kelahiran pejuang pejuang dari unsur pemuda yang lebih progresif, tidak sektarian dan mampu mengintegrasikan bermacam macam kelompok, daerah, bahasa daerah, untuk menjadi satu tujuan, tanah air, Bangsa dan Bahasa Indonesia.
Orang bebas berpendapat . Termasuk saya, dimana integrasi pemuda pada 1928 bisa dan boleh dimaknai betsinggungan dengan UU otonomi daerah saat ini. Kalau konteks UU otonomi daerah hanya untuk memuaskan syahwat politik sekelompok pencoleng, ada baiknya kita kembali meninjau apa sesungguhnya sumpah pemuda, serta yang melatar belakangi.
Sumpah pemuda, berupaya menyatukan isu-isu kedaerahan. Saya pikir
Undang – Undang (UU) Otonomi Daerah justru sebaliknya. Akibatnya seperti akhir-akhir ini dimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi sibuk mengurus ‘buah’ otonomi daerah.
Jadi, jangan wariskan ‘Abu’ Sumpah Pemuda kepada generasi penerus. Tapi, wariskan ‘Api’ Sumpah Pemuda kepada mereka. Api sebagai pertanda penuh semangat yang terus menggelora.
Sebab, menurut saya, UU Otoda tak lebih hanya sekadar abu yang banyak menimbulkan masalah. (*)