
KAMPUNGBERITA.ID-Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober merupakan momentum nasional untuk mengenang perjuangan serta kontribusi para santri terhadap sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Hanya saja, menjelang persiapan Hari Santri Nasional (HSN) 2025, pada 29 September terjadi musibah ambruknya bangunan Ponpes Al-Khoziny Buduran, Sidoarjo yang merenggut nyawa 67 santri dan 104 orang luka-luka.
Seperti biasa, musibah seperti ini menjadi sorotan banyak pihak. Tak terkecuali dari sejumlah fraksi di DPR RI. Bahkan dengan entengnya wakil-wakil rakyat tersebut meminta izin Ponpes Al-Khoziny dicabut. Pernyataan seperti itu tentu banyak melukai hati dan menyudutkan para santri, kiai-kiai Nahdlatul Ulama (NU) dan juga lembaga pesantren.
Perlu dicatat, sejumlah ulama besar pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Al Khoziny ini, seperti KH M Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang), KH Nasir (Bangkalan), KH Abd Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Umar (Jember), KH Nawawi (Pendiri Pesantren Ma’had Arriyadl Ringin Agung Kediri), KH Usman Al Ishaqi (Alfitrah Kedinding, Surabaya), KH Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH Dimyati (Banten), KH Ali Mas’ud (Sidoarjo), KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), dan masih banyak yang lainnya. “Sebenarnya kita merasa sedih dan kecewa. Hari -hari belakangan para santri, kiai-kiai NU dan lembaga pesantren dibully luar biasa. Bahkan, sejumlah fraksi di DPR RI mengkambinghitamkan Ponpes Al-Khoziny atas terjadinya musibah tersebut,” ujar Ketua PCNU Kota Surabaya, Ir KH Masduki Toha disela-sela Kick Off Hari Santri 2025 di Kantor PCNU Surabaya, Minggu (12/10/2025).
Dia dengan tegas dan blak-blakan meminta kepada para wakil rakyat yang tidak mengerti tentang lembaga pesantren dan seluk beluknya, tidak usah banyak omong. Lebih baik diam, daripada bikin gaduh. “Ini sangat memalukan. Wakil rakyat malah menyudutkan santri, kiai-kiai dan lembaga pesantren,” tegas dia.
Untuk itu, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya ini berharap para wakil rakyat itu meminta maaf kepada para kiai-kiai, para pemangku pesantren, terutama pondok pesantren yang disorot (Ponpes Al Khoziny).
“Mereka harus meminta maaf sebagai bentuk klarifikasi dan penghormatan kepada para kiai-kiai NU dan lembaga pesantren,”tandas dia.
Paradoks yang dilakukan oleh anggota sejumlah fraksi di DPR RI, hanya untuk mencari perhatian. Ada musibah yang sebenarnya memakan korban lebih banyak, seperti tragedi Kanjuruhan tak banyak dikomentari. Ini ada sedikit insiden di Buduran, jasa-jasa besar dari para santri dan kiai-kiai dilupakan. Bahkan, dihujat habis-habisan.
“Mereka kok jahat begitu ya. Apalagi yang mengumbar komentar dan menyudutkan (mohon maaf) ada yang memakai kerudung. Ini sama saja penghinaan terhadap santri, kiai-kiai NU dan lembaga pesantren,” ungkap dia.
Untuk itu, Masduki Toha menegaskan jika para santri, kiai-kiai NU dan lembaga pesantren sudah dibully, maka semua stakeholder harus waspada dan harus bisa membedakan.
“Ya, mudah-mudahan kasus serupa tak terjadi lagi. Yang jelas,
pemerintah harus mendukung penguatan santri dan lembaga pesantren. Maka, di tengah arus deras perubahan dunia santri menjadi benteng pertahanan atas berbagai serangan pemikiran yang menghancurkan nilai-nilai Islam, santri juga bisa berperan ekstra dalam melakukan ekspansi nilai- nilai yang telah dibangun selama ini di dalam struktur kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Masduki Toha
Dia menyebut, tantangan santri dan lembaga pesantren ke depan sangat berat. Deretan kasus dan kejadian akhir akhir ini yang menimpa lembaga pesantren menjadi tantangan terbesar dalam pendidikan pesantren di Indonesia. “Tantangan, cobaan santri dan pesantren akhir akhir ini sangat luar biasa sekali. Kita lihat di televisi, medsos dan lain-lain banyak pesantren yang disudutkan, padahal kejadian- kejadian itu kan sepersekian persen lah dari seluruh pesantren dan santri yang ada di Indonesia.,” beber dia.
Karena itu, Masduki berharap di momen Hari Santri ini, para santri dan pesantren juga harus memperbaiki lembaga pendidikannya, agar santri- santri ke depan menjadi santri -santri yang tangguh dalam menghadapi kondisi apapun. “Kehadiran santri dalam berbagai wadah, tidak hanya diharapkan menguasai ilmu agama, tapi juga berperan sebagai agen perubahan sosial dan budaya, membantu menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan bermartabat,” pungkas dia. KBID-BE