KampungBerita.id
Surabaya Teranyar

Tuntutan Penghapusan Retribusi Tanah Surat Ijo Kandas,  Warga Penghuni Tanah Surat Ijo Disarankan  Menggugat ke Pengadilan 

Hearing Pansus Raperda Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dengan warga penghuni surat ijo di ruang paripurna DPRD Kota Surabaya, Selasa (25/5). @KBID2021
KAMPUNGBERITA.ID – Tuntutan  Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) agar pasal dalam Raperda  Retribusi  Pemakaian Kekayaan Daerah  Kota Surabaya yang berbunyi: siapa yang tidak membayar retribusi akan dipidanakan, dihapus, akhirnya kandas. Pansus  Raperda Retribusi  Pemakaian Kekayaan Daerah pun menyarankan agar mereka menggugat ke pengadilan.
Dalam hearing Pansus Raperda Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dengan warga penghuni surat ijo, Polrestabes Surabaya, Kejari  Surabaya,  Kejari Tanjung Perak, Pakar Pakar Hukum Pemerintahan Unair,  Kepala Dinas  Pengelolaan Bangunan Tanah,  bagian Hukum dan lain lain di ruang paripurna DPRD Kota Surabaya, Selasa (25/5/2021), tak menemukan kata sepakat. Ini karena pansus tidak bisa memberikan keputusan, karena bukan eksekutor.
Untuk itu, Ketua  Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) Hariono menyatakan tidak akan membayar retribusi surat ijo. “Jangan legalkan perampasan. Bahkan Presiden Jokowi mengatakan jangan banyak- banyak  perda dan perwali, ” tandas dia.
Sementara Ketua Perkumpulan Penghuni Surat Ijo Surabaya (P2TSIS), Endung Sutrisno menyatakan  semua pihak sudah sepakat penyelesaikan persoalan tanah surat ijo ini ke Pemerintah Pusat. “Kalau Pemerintah Pusat sudah mengambil langkah penyelesaian, maka  lebih elok kalau pemkot mengikuti,” ujar dia.
Yang jelas, lanjut dia, retribusi izin pemakaian tanah (IPT) sangat menyengsarakan rakyat karena terjadi penarikan pajak ganda. Lantaran retribusi punya perhitungan membayar sama dengan pajak bumi bangunan (PBB) dan ternyata  retribusi  sangat tinggi, melebihi PBB.
“Retribusi ini tak berkeadilan. Karena menurut tata hukum  di Indonesia  retribusi daerah itu ranahnya pengusaha. Ini kok diterapkan kepada warga penghuni surat ijo.
“Kami berharap  dicabutnya IPT akan menghentikan konflik berkepanjangan ini,” tandas dia.
Sementara Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu atau biasa disapa Yayuk mengatakan, raperda ini tetap akan diterapkan kepada penghuni surat ijo karena mereka masih menggunakan aset pemkot.
 “Jadi tanah surat ijo ini masih tercatat aset pemkot. Kalau digunakan sebagai tempat ibadah tidak ditarik retribusi,  untuk veteran dan tempat sosial ditarik 50 persen, dan masyarakat tak mampu dikurangi 30 persen. Pendapatan dari retribusi ini menjadi pendapatan asli daerah (PAD).
Sementara menurut Pakar Hukum Pemerintahan Universitas Airlangga (Unair) Dr. Emanuel Sudjatmoko,  penyelesaian maslah  tanah surat ijo ini mang diserahkan ke Pemerintah Pusat. Namun sampai sekarang belum ada tindakan atau keputusan apapun yang mengatur  khusus surat ijo. “Karena itu, ya kembali ke peraturan semula, yakni  berlaku retribusi yang lama, jika raperda yang baru tak disetujui,” ungkap dia.
Terkait pertanahan, lanjut dia,  itu  jadi kebijakan Pemerintah Pusat. Namun selama tanah tersebut ditetapkan sebagai aset pemkot, maka setiap pengguna dikenakan retribusi kekayaan daerah. Dan retribusi ini ada beberapa model, yakni berupa sewa, HGB di atas HPL. “Karena
aset ya dikenakan  retribusi,” imbuh dia.
Ketua Pansus Raperda Retribusi Kekayaan Daerah,  Mahfudz meminta warga penghuni tanah surat ijo tetap harus membayar retribusi sesuai aturan yang telah ditentukan Pemkot Surabaya.
“Bagaimana pun lahan atau tanah surat ijo yang dihuni warga Surabaya ini adalah aset pemkot. Ya memang harus ada retribusi, karena diaturannya begitu. Tapi jika warga penghuni tanah surat ijo tetap ngotot tidak mau membayar. Ya, wajar-wajar saja,” kata Mahfudz, Selasa (25/5/2021).
Sejak awal, Mahfudz telah menjelaskan, bahwa kapasitas Komisi B DPRD Kota Surabaya memfasilitasi membahas Raperda Retribusi Kekayaan  Daerah kepada penghuni tanah surat ijo tidak mempunyai kewenangan untuk melepas tanah surat ijo tersebut.
“Tapi warga penghuni surat ijo ini perjuangannya tetap bagaimana caranya melepas tanah surat ijo. Kita bukan kapasitas untuk permasalahan tersebut. Kita hanya memfasilitasi mereka untuk pemangku kebijakan,” tarang dia.
“Pemangku kebijakan sudah menjelaskan dengan detil bahwa lahan itu aset pemerintah. Jika ingin membuktikan lahannya bukan aset pemerintah, penghuni silakan menggugat di pengadilan,” lanjut dia.
Mahfudz menjelaskan, kapasitas legislatif mempunyai kewenangan hanya membuat perda-perda saja. “Kita ini legislatif, tidak bisa menjadi eksekutor. Toh peraturan perda retribusi kemarin usulan dari pemkot. Apalagi kalau kita tidak melaksanakannya tetap salah,” ujar politisi PKB Kota Surabaya ini.
Karena itu, Mahfudz mengimbau kepada warga penghuni tanah surat ijo agar permasalahan ditempuh melalui jalur hukum. “Mereka bisa juga mengadu ke penyelenggara (Pemkot, red) atau digugat ke pengadilan. Jangan digugat ke legislatif yang bukan kapasitasnya. Kita hanya bisa mendorong eksekutif, kalau ada payung hukum yang mengatur tidak melanggar hukum. Ya, sudah dilepas saja. Tapi kalau tidak ada payung hukum, bagaimana bisa melepas tanah surat ijo tersebut,” tandas dia. KBID-BE

Related posts

GP Ansor Surabaya Semprot Masjid dan Musala se Surabaya dengan Disinfektan

RedaksiKBID

Akhir November, Dinas Pendidikan Kota Mojokerto Uji Coba Belajar Tatap Muka Akhir November

RedaksiKBID

Kinerja Tak Maksimal, Massa GMNI dan PMII Demo Pelantikan Anggota DPRD Tuban

RedaksiKBID