KAMPUNGBERITA.ID – Setelah 12 tahun berjalan semburan Lumpur Sidoarjo, masih ada korban Lumpur Sidoarjo, yang haknya masih belum di bayarkan. Senin (17/9) sebanyak 5 orang perwakilan korban lumpur Sidoarjo yang belum di bayar, kembali mendesak agar Pemerintah membayar ganti-rugi tanah warga yang sebelumnya diserahkan kepada pemerintah. Namun, hingga saat ini pembayaran ganti tanah seluas 17 hektar yakni sekitar sebesar Rp.17,1 miliar belum terlaksana.
Thoyib Bahri perwakilan korban lumpur Sidoarjo yang belum mendapatkan ganti rugi mengatakan merujuk pada Keputusan Presiden Nomor 14 tahun 2007, Jo nomor 48 tahun 2008 dan peraturan Badan Pelaksana BPLS nomor 41/PRT/P/2008, yang mana mewajibkan kepada masyarakat disekitar area semburan lumpur supaya menyerahkan tanahnya untuk digunakan sebagai kolam penampungan lumpur, termasuk 7 bidang tanah. Keputusan Pemerintah mengenai penyerahan tanah tersebut didasarkan atas perbuatan hukum jual-beli dengan menggunakan APBN yang seharusnya sudah lunas sejak tahun 2010.
“Kenyataannya pembayaran atas tanah kami yang sudah 10 tahun setelah terbitnya kepres sampai hari ini belum di bayar,” kata Thoyib Bahri saat mendatangi balai wartawan Sidoarjo, Senin, (17/9)
Thoyib Bahri menjelaskan sebelumnya korban lumpur Sidoarjo sudah melakukan berbagai upaya hukum untuk mendapatkan gantirugi tersebut. Tahun 2012, pihaknya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kepada Presiden RI selaku Kepala Pemerintahan (Tergugat I), Menteri PU RI, selaku dewan Pengarah BPLS (tergugat ISI), dan Kepala Badan Pelaksana BPLS (tergugat III).
“Dan pada Amar putusannya berbunyi, gugatan dikabulkan, dan tergugat II dan III diminta untuk membayar tanah darat seharga tanah pekarangan. Dan Putusan Pengadilan Tinggi menyatakan hal yang sama. Yakni tergugat I, II dan III melakukan perbuatan melawan hukum dan membayar tanah darat seharga tanah pekarangan. Hingga putusan Kasasi juga sama,” jelas Thoyib.
Korban lumpur Sidoarjo tersebut juga pernah menemui Biro Hukum Kementerian PUPR. Dan mereka menjanjikan dengan menjawab secara lisan bahwa ganti rugi aset kami akan dibayar, tapi perlu kehati-hatian dan upaya maksimal. Pihaknya merasa heran, sepuluh tahun memperjuangkan haknya untuk mendapat ganti rugi belum juga terbayarkan.
“Bukankah usaha maksimal harusnya sudah mereka lakukan saat masih di pengadilan. Bahkan, saat ini, tergugat II yang juga merangkap tergugat III menguasakan kepada Kejaksaan agung RI sebagai pengacara Negara. Dan penyelesaiannya pun semakin sulit. Buktinya, kami berkirim surat sampai sekarang tidak ada tanggapan,” terangnya.
Maka berdasarkan putusan Mahkamah Agung yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor :27 k/PDT/2015. Jo, 248/PDT.6/2012/PNJKT.PST, para korban menuntut agar pemerintah membayar ganti rugi sesuai keputusan tersebut.
Dan Para korban lumpur Sidoarjo tersebut menduga, bahwa lamanya proses pembayaran ganti-rugi oleh pemerintah, disebabkan oleh ulah sekelompok oknum tim verifikasi BPLS. Pasalnya, menurut penuturan warga (korban), tim verifikasi BPLS sempat meminta sejumlah uang sebagai imbalan/fee sebesar 30 % hingga 50 % dari total nominal yang akan diterima korban lumpur.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh koordinator korban lumpur Sidoarjo, di depan wartawan media cetak, online dan TV saat di balai wartawan Sidoarjo, Thoyib Bahri bersama empat korban lainnya. Diantaranya, Wahib, M. Ekdar, Zakki (Faisol), Hj. Muthmainnah /Agung.
“Mereka Minta fee. Oknum dari BPLS dan Kelurahan desa Besuki, Kecamatan Jabon,” ungkap Thoyib Bahri.
Permintaan fee kepada korban lumpur Sidoarjo itu bervariasi, Mulai dari 30 hingga 50 persen dari total nominal yang akan diterima korban lumpur. Permintaan itu dilakukan oleh oknum secara personal artinya masing-masing korban didatangi dan diminta sejumlah uang fee, jika ketujuh bidang tanah milik warga seluas 17 hektar ingin dibayar oleh pemerintah.
“Kalau ke saya sendiri diminta 30 persen tapi saya tolak, saya ini korban, jangan dibikin susah” tegas Thoyib.
Pihaknya sudah berkirim surat ke Ombudsman pusat. Bahkan dalam waktu dekat Ombudsman berencana mengunjungi lokasi dan bertemu para korban lumpur Sidoarjo. Upaya ini akan terus dilakukan korban untuk mendapatkan ganti rugi tanahnya.
“Harapan kami, pemerintah bisa segera menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk membayar ganti rugi kami,” tandasnya.
Diketahui, dari lima korban warga lumpur Sidoarjo diantaranya, Thoyib Bahri dengan luasan tanah sebanyak 197 meter persegi. Wahib luasan tanah 1330 meter persegi, M. Ekdar dengan luasan tanah 1.550 meter persegi. Zakki / Faisol luasan tanah 4100 meter persegi, dan Hj. Muthmainnah / Agung dengan luasan tanah 8100 meter persegi.KBID-TUR