KAMPUNGBERITA.ID – Pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ternyata ditanggapi berbeda oleh beberapa Anggota Komisi D (pendidikan dan kesra) DPRD Kota Surabaya. Salah satunya disampaikan Ketua Komisi D, Agustin Poliana.
Ditemui usai pembahasan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Agustin Poliana secara tegas menolak pembentukan Raperda KTR. Agustin menilai, jika pembentukan perda tersebut tidak akan efektif.
“Secara tegas saya menolaknya,” tegas Agustin Poliana, Rabu (5/12/2018).
Politisi dari PDIP ini mengingatkan, jika serius ingin memberlakukan Perda KTR, mestinya baik pemerintah daerah maupun pusat ikut mendukungnya. Diantaranya, dengan tidak lagi menggunakan dana yang bersumber dari cukai rokok.
“Kalau masih menggunakan dana dari cukai rokok, berarti perda ini nantinya kontra produktif dengan fakta yang terjadi di lapangan,” kritiknya.
Lebih jauh, politisi PDIP ini juga meminta baik kepada pemerintah pusat maupun daerah lebih realistis dalam membuat aturan. Misalnya, sebelum menerapkan di lapangan pihak pembuat dan pelaksana Perda bisa memberikan contoh yang baik, dengan tidak merokok di sembarang tempat.
“Jangan sampai aturan yang dibuat hanya menjadi macan kertas,” tandas Agustin Poliana.
Sementara Ketua Pansus Raperda KTR yang juga Sekretaris Komisi D Junaedi meminta Dinas Kesehatan melakukan kajian akademik lebih mendalam mengajukan permohonan pembentukan Perda KTR. Mengingat sampai sekarang masih banyak ditemukan pelanggar di lokasi Kawasan Terbatas Merokok (KTM).
“Lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan terbatas merokok di Surabaya jumlahnya mencapai 250. Ironisnya, di sana masih banyak ditemukan para perokok,” kata Junaedi.
Junaedi mengungkapkan, pihaknya masih ingin mendapatkan data soal dampak rokok terhadap kesehatan. Termasuk naskah akademis soal tujuan perda KTR, dan data hasil perda sebelumnya.
Senada dengan Junaedi, Anggota Komisi D lainya, Reny Astuti juga meminta hasil kajian akademik yang dilakukan Dinas Kesehatan.
“Kita ingin tahu ada tidak perbedaan antara Raperda yang diajukan sekarang dengan Perda sebelumnya,” kata politisi dari PKS ini.
Reny menuturkan, dibandingkan Raperda yang diajukan beberapa tahu lalu sebenarnya sudah banyak perubahan. Misalnya, soal sanksi administratif yang sudah jauh lebih detail dan lengkap.
“Dibandingkan Perda sebelumnya yang sekarang lebih lengkap,” ujar Reny Astuti.
Di sisi lain, Reny mengaku justru mendukung penuh pembuatan Perda KTR. Reny menegaskan, Perda KTR sangat penting terutama bagi kesehatan anak dan remaja di Surabaya. Diharapkan dengan adanya Perda ini dapat mencegah perokok pada usia dini di kota pahlawan.
“Raperda KTR ini sangat penting. Makanya saya sangat mendukungnya,” tegas Reny.
Terkait masih digunakannya anggaran yang bersumber dari cukai rokok, menurutnya, tidak ada korelasinya dengan Raperda yang saat ini sedang dibahas di Komisi D tersebut.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, penggunaan dana yang berasal dari cukai rokok sudah sangat jelas dan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu).
“Petunjuk Teknis (Juknis) penggunaanya juga jelas,” ujarnya.
Apalagi, lanjut politisi yang dikenal vokal ini, pembuatan Perda kawasan tanpa rokok juga merupakan amanah peraturan pemerintah yang telah ditandatangani oleh presiden.
Lebih jauh, Reny kemudian menunjukan hasil kajian teknis yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Dari 1008 responden sebanyak 97 persen setuju jika asap rokok sangat berbahaya bagi kesehatan.
Tidak hanya itu, dari hasil kajian akademik juga diketahui bahwa 95 persen responden menyatakan memberikan dukungan terhadap adanya peraturan daerah mengenai kawasan tanpa rokok.
“Bahkan 88,7 responden yang merokok juga mendukung adanya peraturan daerah mengenai Perda KTR,” pungkas Reny Astuti. (*)