KAMPUNGBERITA.ID – Komisi A DPRD Kota Surabaya merasa geram dengan sikap owner atau pemilik The Trans Icon yang mangkir ketika diundang hearing, Selasa (31/8/2021). Rapat in terkait keluhan warga yang terdampak proyek pembangunan superblok yang terdiri atas mal, apartemen, hotel, dan office building tersebut.
Karena itu, Rabu (1/9/2021) sore, Komisi A yang dipimpin Pertiwi Ayu Krishna sidak ke lokasi, sekaligus melihat rumah warga yang rusak akibat proyek pembangunan The Trans Icon tersebut.
“Kami sudah panggil owner The Trans Icon, tapi yang datang adalah orang yang tidak berkompeten untuk menjawab. Makanya, tadi saya bicara keras. Kontraktor katanya sudah sampaikan ke owner di Jakarta, terkait keluhan warga. Tapi tak pernah ada tanggapan, “ujar Ayu disela-sela sidak, Rabu (1/9/2021) sore.
Parahnya, menurut politisi perempuan Partai Golkar ini, pemilik The Trans Icon ini terkesan mokong. Kalau investor lain, begitu ada permasalahan dengan warga langsung koordinasi dengan Komisi A untuk membantu menyelesaikannya, tapi ini malah mengabaikan.
“Mereka (The Trans Icon, red) akan menikmati keuntungan luar biasa. Tapi bagaimana dengan warga Surabaya yang terdampak. Mereka boleh saja cari uang di sini, tapi kalau merugikan masyarakat banyak, ya nanti dulu,” tegas Ayu.
Ketika keliling kampung Gayungan Elok, Ayu dan rombongan Komisi A menemukan fakta, tembok rumah warga banyak yang retak, ubin pecah, kusen miring, dan sumur keruh. Yang dikhawatirkan Ayu, kalau pihak The Trans Icon sudah menjawab akan memperbaiki setelah proyek pembangunan tersebut selesai. “Kalau kemudian rumah-rumah warga yang rusak itu tak diapa-apakan tiba-tiba roboh, siapa yang tanggungjawab?Itu pertanyaan kami, “ungkap Ayu.
Untuk itu, lanjut dia, jika memang dampaknya ke warga terlalu signifikan, mau tak mau Komisi A akan memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup (LH) untuk menelisik ulang dan divisi pengawasannya harus independen untuk mencabut perizinan The Trans Icon.
Ayu mengakui, memang semua perizinan The Trans Icon sudah klir. Hanya saja, ada perjanjian- perjanjian untuk dampak yang ditimbulkan pada saat pembangunan. ” Di LH itu ada aturannya, meski izin sudah terbit dan masih dalam pengawasan. Tadi dijelaskan bla…bla..bla dan saya tak hafal semua karena terlalu panjang,” tutur dia.
Untuk itu, lanjut dia, dalam waktu dekat ini Komisi A akan memanggil owner The Trans Icon. Kalau mangkir lagi, Komisi A akan bicarakan dengan Pemkot Surabaya untuk tindak lanjut proyek tersebut. ” Kalau tak ada kesepakatan dengan warga, ya kami akan hentikan proyek tersebut. Tapi kita akan berusaha untuk bermusyawarah lebih dahulu. Makanya, kami ingin ownernya sendiri yang datang dan mengambil keputusan, ” tutur Ayu.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi A, Camelia Habiba. Menurut dia, setelah berkeliling kampung tepat di belakang The Trans Icon, dirinya menemukan fakta ada beberapa rumah temboknya retak, sumur airnya keruh dan banyak debu. “Saya minta ke LH untuk mengambil sampel air sumur yang keruh dan dibawa ke laboratorium. Apakah air sumur keruh itu akibat dari pembangunan atau ada faktor lain. Ketika itu karena faktor bangunan, ya harus ditindak tegas,” tandas dia.
Tidak hanya itu, politisi perempuan PKB ini juga melihat garis sempadan (GS) yang ditengarai tidak sampai 6 meter sesuai peraturan daerah (Perda).
“Dinas Cipta Karya siap mencabut izinnya jika GS-nya tidak sesuai dengan Perda. Karena itu, biarkan Pemkot melakukan fungsi pengawasan dan mengukur kembali GS belakang, samping, dan depan. Sedangkan LH melakukan kajian dampak lingkungan termasuk tingkat ketebalan debunya. Setelah seminggu, mereka akan kita panggil di ruang komisi A untuk menyampaikan hasil pantauan dan evaluasinya,” beber Habiba.
Camat Gayungan Soedibyo menuturkan, jika The Trans Icon ini masuk dua wilayah, yakni Gayungan dan Menanggal. Terkait dampak, sudah disosialisasikan kepada warga. “Warga Menanggal sudah dapat kompensasi. Sementara yang warga Gayungan masih tarik ulur. Sekarang ini yang disoal warga terkait dampak pembangunan, ” jelas dia.
Soal perizinan, Soedibyo mengaku sudah memenuhi semua persyaratan.
“Namun ada kewajiban yang belum kita ketahui terkait kewajiban pengembang kepada warga. Dan warga yang terdampak mengeluh, tapi tak direspons pihak The Trans Icon, akhirnya lapor ke Komisi A,” jelas dia.
Project Manajer PT Total Bangun Persada (kontraktor The Trans Icon), Imron menuturkan, apa yang jadi keluhan warga sudah disampaikan ke ownernya. Bahkan, CSR sudah dibagikan ke warga.
” Karena ada isu baru kita harus bergerak lagi dan kalau ada yang rusak segera diperbaiki jika memang itu karena pekerjaan proyek, ” jelas dia.
Terkait air sumur yang keruh, Imron mengaku, pihaknya sudah menyampaikan ke RT tentang pengadaan air bersih. Tapi belum ada respons dari warga.” Kalau butuh tandon untuk umum, kita siap saja. Di sini ini kita tamu ingin berdampingan dengan warga,” imbuh dia.
Dia menyampaikan, proyek pembangunan The Trans Icon ini sampai Maret 2023. “Soal proses pekerjaannya, untuk struktur sudah 90 persen. Hanya saja untuk pekerjaannya sekitar 30 persen, ” beber dia.
Sementara Pratiwi, warga RT I yang lokasinya paling dekat dengan The Trans Icon merasa resah. Karena dampak proyek pembangunan tersebut sangat terasa. “Kami was-was karena banyak kerikil maupun material lain jatuh ke rumah, ” ucap dia.
Sri Suharsini, warga Gayungan Elok, juga mengeluhkan polusi debu dan plastik bekas minuman pekerja yang sudah menumpuk dan menyumbat saluran air. “Yang kita pikirkan itu jangka panjang, ke anak cucu kita. Ini baru 25 lantai, bagaimana jika 40 lantai,”pungkas dia. KBID-BE-JI