KAMPUNGBERITA.ID-Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya, Moch Machmud kembali menyoroti rencana Pemkot Surabaya memberikan tambahan anggaran operasional kepada ketua RT dan RW. Untuk RT dinaikkan Rp 200 ribu dan RW Rp 300 ribu per bulan.
Dalam rapat dengan Tim Anggaran Pemkot Surabaya di Gedung DPRD Kota Surabaya yang berlangsung secara tertutup untuk wartawan, Senin (11/9/2023), Machmud menyatakan jika rencana itu baik-baik saja. Hanya saja, menurut dia, waktunya kurang tepat.
“Kenapa? Ya, karena pendapatan Pemkot Surabaya menurun. Semula APBD murni 2023 Rp 11,3 triliun turun menjadi Rp 10,8 triliun. Turunnya tak tanggung-tanggung Rp 470 miliar,” ujar dia usai rapat Banggar membahas P-APBD PAK, Senin (11/9/2023) sore.
Dalam rapat tersebut, lanjut dia, anggota Banggar banyak yang menyarankan agar tambahan anggaran operasional RT-RW itu ditunda sampai dengan kondisi ekonomi atau pendapatan Pemkot Surabaya membaik.
Tapi, jika tambahan anggaran operasional RT-RW direalisasi, Machmud juga mengusulkan dalam forum rapat Banggar tersebut agar PKK, Dasa Wisma dan anggota Karang Taruna (Kartar) juga diberi atau dinaikkan honornya.
Apalagi, lanjut mantan jurnalis ini, Wali Kota Eri Cahyadi pernah berjanji akan menaikkan honor Kader Surabaya Hebat (KSH) hingga Rp 1 juta dari sebelumnya Rp 531 ribu. Ini diucapkan di Kenjeran. Termasuk honor Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru yang akan dinaikkan di atas gaji pegawai outsourcing yang disampaikan Wali Kota di Gedung Wanita.
“Saran saya semua naikkan, enggak apa-apa. Tapi kalau hanya anggaran operasional RT-RW saja, ya jangan. Itu namanya Wali Kota tidak adil. Jadi harus dinaikkan semua,”tegas Machmud.
Lebih jauh, Machmud melihat memang ada ketidakwajaran dengan kenaikan usulan-usulan tersebut. Apalagi, tidak dirapatkan dulu di internal Pemkot Surabaya. “Wali Kota ketemu ini langsung dijanjikan, ketemu RT-RW langsung diucap.
Padahal kondisi keuangan Pemkot Surabaya dalam PAK ini turun drastis. Termasuk estimasinya juga turun dari Rp 11 triliun menjadi Rp 9-10 triliun. Ya inilah fakta di Surabaya seperti ini, sehingga terjadi ketidakwajaran, “ungkap dia.
Selain itu, dalam forum rapat, Machmud juga menyampaikan pendapatan menurun, tapi belanja operasional, khususnya belanja pegawai, justru naik.
“Kalau pendapatan turun, berarti kinerja Pemkot Surabaya ini buruk. Tapi kenapa belanja pegawai naik, di dalam ada gaji, tunjangan kinerja (tukin), dan lain -lain. Inilah yang saya katakan tidak wajar,”beber Machmud.
Tidak itu saja, Machmud melihat Pemkot Surabaya masih melakukan rasionalisasi, yaitu pengurangan belanja yang totalnya mencapai Rp 476 miliar. Tapi kenapa belanja RT-RW dinaikkan? Sementara belanja modal turun Rp 548 miliar.
Menurut pandangan Machmud yang juga anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, ini sesuatu yang tidak wajar. Penurunan belanja harus seimbang dengan turunnya pendapatan, tapi kenapa menambah-nambah anggaran yang tidak prioritas. Justru sektor pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi prioritas Pemkot Surabaya Karena saat ini masih banyak warga Surabaya yang kesulitan masuk SMP Negeri. Honor KSH yang mencapai Rp 300 miliar bisa untuk membangun 10 gedung SMPN. Selain itu, di sektor kesehatan juga banyak yang tidak gratis.
“Tadi saya sampaikan ke Banggar agar dievaluasi lagi. Kami sebenarnya setuju dengan niat baik menambah anggaran operasional RT-RW, tapi belum saatnya. Mengingat pendapatan pemkot sendiri turun. Yang informasikan pendapatan itu turun dari pemkot lho, bukan dari kita (DPRD),”tutur Machmud seraya menambahkan kalau DPRD melihat pendapatan bagus di lapangan, tapi justru pemkot menulisnya turun dan itu benar, semua pendapatan turun.
Sikap Pemkot Surabaya? “Ya, usulan kita oleh Pak Ikhsan akan dijadikan masukan. Karena ini kan masih diskusi,” pungkas dia. KBID-BE