KAMPUNGBERITA.ID – DPRD Kota Surabaya kembali meminta kepada Dinas Perdagangan Kota Surabaya untuk menindak tegas pasar yang menyalahi aturan karena menjual grosir. Sebab, peraturan daerah Kota Surabaya harus selalu ditegakkan bagi masyarakat yang melanggarnya.
“Kita harus tetap menjunjung tinggi aturan. Siapapun yang melanggar harus segera ditindak. Jadi, kami meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil menindak Pasar Tanjungsari,” kata Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Edi Rachmat ditemui di ruangannya, Selasa, (8/8).
Edi pun menceritakan kronologi penindakan Pasar Tanjungsari yang berujung pada pembekuan Ijin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R). Awalnya, kasus itu berawal dari protes paguyuban pedagang Pasar Induk Osowilangun Surabaya (PIOS) yang mengadukan kepada Komisi B DPRD Kota Surabaya. “Mereka mengadukan sepinya PIOS beberapa tahun terakhir ini,” kata dia.
Berasal dari pengaduan itu, maka Komisi B memanggil paguyuban pedagang PIOS, Dinas Perdagangan, Satpol PP dan Bagian Hukum Pemkot Surabaya. Pada saat hearing itu, ternyata Kasie Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan (Disperdag) Kota Surabaya Muhammad Sultoni menjelaskan bahwa Pasar Tanjungsari 74, Pasar Tanjungsari 36, dan Pasar Dupak Rukun 103 melakukan pelanggaran.
“Kami pun menanyakan apa tindakan Dinas Perdagangan terhadap pelanggaran itu, sehingga Sultoni yang ikut hearing waktu itu akan segera mengeluarkan surat peringatan,” ujarnya.
Pada saat hearing itu, lanjut dia, para pedagang PIOS juga membawa video bukti-bukti pelanggaran pedagang Pasar Tanjungsari yang menjual grosir. Padahal, dalam surat ijinnya tidak boleh menjual grosir, sehingga sangat jelas pelanggarannya. “Maka wajib dong Dinas Perdagangan mengeluarkan surat peringatan,” tegasnya.
Selain itu, pedagang PIOS juga menjelaskan asal muasalnya hingga akhirnya membuka stand di PIOS. Pada saat itu, Pemkot Surabaya menertibkan semua pasar grosir yang ada di dalam kota dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Solusinya, Pemkot mengarahkan untuk pindah ke Jemundo atau PIOS yang peruntukannya untuk pasar grosir.
Namun, setelah tenang berdagang di Jemundo dan PIOS, lalu bermunculan pasar grosir di dalam kota yang tak berijin maupun perijinannya tidak sesuai. Hal inilah yang membuat pedagang PIOS kecewa dan meminta kepada Dinas Perdagangan untuk adil menindak pasar grosir yang ilegal itu.
“Harusnya kan tidak seperti, makanya saya kira pedagang PIOS sudah benar mengadukan itu kepada dewan, karena inilah yang menimbulkan kecemburuan diantara pedagang,” ungkapnya.
Menurut Edi, setelah hearing itu, kemudian Dinas Perdagangan mengeluarkan SP-1 dan ternyata tidak dihiraukan. Selanjutnya dikeluarkan SP-2 dan ternyata juga tidak dihiraukan hingga akhirnya dikeluarkan SP-3 yang juga tidak dihiraukan. Setelah surat tertulis itu tidak dihiraukan, maka Dinas Perdagangan mengeluarkan surat pembekuan IUP2R.
“SP-1 sampai SP-3 itu kami tanyakan sesuai SOP Dinas Perdagangan, padahal itu tidak diatur dalam perda dan perwali. Pembekuan pun kami juga sudah tanyakan yang waktunya 30 hari,” kata dia.
Oleh karena itu, Edi memastikan bahwa Komisi B hanya menjunjung tinggi peraturan daerah dan tidak ada alasan lain. Makanya, dia meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil dan tegas menindak pasar-pasar yang tidak mengantongi ijin atau tidak sesuai dengan peruntukannya.
Sebelumnya, puluhan pedagang buah Pasar Tanjungsari melakukan unjuk rasa di DPRD Surabaya. Sembari membawa spanduk yang berisi sindiran kepada kalangan dewan, mereka menolak penutupan tiga pasar tradisional, masing-masing pasar Tanjungsari 74, Pasar Buah Tanjungsari 47 dan Pasar Dupak 103. Koordinator aksi, Kusnan menegaskan, bahwa ketiga pasar tradisional tersebut resmi, karena mengantongi Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat.
“Kalau ada laporan dari pedagang atau pengusaha lain (ke DPRD) soal grosir dan eceran, dalam perda tak disebutkan ukurannya,” tegasnya.
Kusnan menyatakan, seharusnya kalangan DPRD memperjelas di aturan mengenai ukuran grosir dan eceran. Bukannya, merekomendasi para pedagang buah Tanjung sari dipindah ke Pasar buah milik pengusaha.
“Jika ditutup pedagang jualan apa?,” tanyanya.
Kusnan mengungkapkan, para pedagang buah melawan penutupan Pasar Tradisional yang mereka tempati. Menurutnya, pedagang sudah mem PTUN kan, kebijakan Dinas Perdagangan yang telah membekukan operasional pasar.
“Kemarin semestinya sidang, tapi ditunda tanggal 9 Agustus” terangnya.
Ia mengatakan, surat peringatan satu, dua, tiga hingga pembekuan yang dilayangkan Dinas Perdagangan tak berdasar. Kusnan menengarai kebijakan tersebut karena ada tekanan dari kalangan dewan.
“Pembekuan itu dilakukan karena ada tekanan dari Komisi B,” paparnya.
Kusnan mengatakan, kedatangan para pedagang ke DPRD karena ingin mempertanyakan kebijakan penutupan tiga pasar buah trasisional yang ditempati sekitar 200 pedagang.
“Penutupan itu harus ada dasarnya,” kata Kusnan.
Kusnan mengaku kecewa dengan tindakan pemerintah kota yang membekukan tiga pasar buah tradisional. Pasalnya, dari sekitar 160 pasar tradisional yang ada di Kota Surabaya, hanya 6 pasar yang mengantongi perizinan. Dan, empat diantara enam pasar tersebut yang justru ditutup.
“Kenapa seratus lebih pasar tradisional yang tak berizin gak diributkan” pungkasnya.|INYONG M