KAMPUNGBERITA.ID – Hari ini, Polda Jatim mengagendakan pemeriksaan terhadap tiga pejabat Pemkot Batu yang sempat ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Tim Saber Kemenko Polhukam dan UPP Polres Batu yang kemudian dilepaskan.
Ketiga pejabat Pemkot Batu yang terkena OTT yakni Nugroho Widyanto (alias Yeyen) Kabid Cipta Karya; Fafan Firmansyah, Kasi Bidang Perumahan; Muhamad Hafid, Kasi Cipta Karya.
Ketiganya merupakan pejabat dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Cipta Karya Batu.
Ketua Tim Saber Pungli Pusat Mabes Polri (Kemen Polhukam) Widianto Poesoko menyayangkan langkah Polres Batu yang melepas ketiga terduga kasus pungli tersebut sehingga kasus tersebut harus ditarik ke Polda Jatim. Menurutnya, sangat mungkin pihak Polres Batu belum mengerti dan belum memahami Perpres No 87 tahun 2016 tentang Saber Pungli.Sehingga masyarakat menilai Tim Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam.cari sensasi yangg ujung-ujungnya menyakiti hati masyarakat.
“Irwasum Polri selaku Ketua Pelaksana Satgas Saber Pungli Pusat mengapresiasi hasil kerja Tim Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam dalam melaksanakan tugas operasi di Kota Batu. Apresiasi kepada Tim Satgas juga disampaikan oleh Mendagri kepada Kasatgas Irwasum Polri,” kata Widianto kepada Bangsaonline, Minggu (3/9).
Bahkan, kata dia, lantaran di Polres Batu menjumpai adanya kendala, maka Irwasum Polri menghubungi Kapolda Jatim untuk menarik proses penanganan Polres Batu ke Polda Jatim.
“Jadi pihak Tim Saber Pungli Pusat jauh-jauh datang ke daerah melakukan tugas bersama UPP daerah, yang sebelumnya sudah kulo nuwun via telefon hingga langsung datang ke daerah. Rangkaian proses penangkapan hingga surat resmi, semuanya diterbitkan oleh UPP Batu,” kata dia.
Namun, kata dia, Tim Satgas Saber Pusat tidak mendapatkan perlakuan yang semestinya. Bahkan, pimpinan Polres Batu melempar tanggung jawab hingga akhirnya pimpinan Polres membebaskan tiga terduga yang berhasil diamankan saat kena OTT.
Dia menegaskan, tudingan operasi Tim Saber Pungli yang dinilai tidak prosedural sangat tidak bisa diterima.
“Tim Satgas Saber Pungli Pusat profesional dalam bertugas dan sudah beberapa kali melakukan OTT semua berjalan lancar, namun baru kali ini ada pihak UPP daerah yang kurang menunjukkan itikad baik dalam pemberantasan pungli” katanya.
Sementara itu, Ketua GNPK Jatim, Mariyadi SH mengaku keberatan atas pelepasan tiga pejabat terduga kasus pungli tersebut.
Menurutnya, OTT yang dilakukan Tim Saber Pungli tidak harus disertai surat perintah penangkapan, karena penangkapan dapat dilakukan setelah penyidik menemukan hasil kejahatan korupsi.
“Tangkap tangan dapat dilakukan saat peristiwa pidana terjadi, atau beberapa saat setelah peristiwa pidana terjadi, di dalam pasal 1 angka 19 KUHP, bahwa tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat kejahatan itu dilakukan, atau sesaat kemudian diseruhkan khalayak ramai sebagai orang yang melakukan, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa dia adalah pelakunya atau turut melakukan dan membantu melakukan tindak pidana itu,” paparnya.
Rencananya, kata dia, GNPK akan ke Jakarta untuk menyampaikan surat kepada Presiden Republik Indonesia, KPK, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum RI, dan Keamanan, Jaksa Agung RI, Kapolri, Komisi Kejaksaan RI, Jaksa Agung Muda RI Bidang Pengawasan, dengan disertai alat bukti serta data pendukung lainnya.
”Kami meminta kepada semua pihak terkait, untuk tetap berpegang kepada undang-undang yang harus dihormati, dijaga, ditegakkan,” katanya.
Sementara Pemerintah Kota Batu dinilai bisa memberikan pendampingan hukum terkait tiga pejabat Pemkot Batu yang jadi terduga melakukan pungutan liar alias pungli.
Plt Sekretaris Daerah, Achmad Suparto, mengatakan bantuan hukum itu hanya sebatas pendampingan saja.
“Bagian hukum bisa untuk pendampingan saja. Tapi, lihat dulu nanti kasusnya pada tindak pidana apa,” kata Achmad Suparto.
Dia menjelaskan sesuai Permendagri nomor 12 tahun 2014, tertera bagian hukum pemerintah daerah terbatas untuk memberikan bantuan hukum. Dalam artian bisa menjadi kuasa hukum, tetapi, pada kasus Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN).
Sementara pada PP no 11 tahun 2017, menyatakan Pemerintah Daerah memberikan bantuan hukun pada sidang peradilan.
“Tetapi dalam PP itu belum dijabarkan dalam persidangan seperti apa. Untuk kasus OTT ini masih belum tahu ranahnya ke mana,” kata Suparto.KBID-NAK