KAMPUNGBERITA.ID-Anggota DPRD Kota Surabaya dari Fraksi Demokrat, Moch Machmud yang melaksanakan penjaringan aspirasi masyarakat atau reses di sejumlah titik di daerah pemilihan (dapil 5), mendapat banyak keluhan dari warga. Terutama soal banjir, permakanan, dan PPDB yang menggunakan sistem zonasi.
Saat reses di wilayah Gadel dan Manukan, Minggu (21/1/2024), Machmud disambati berbagai persoalan yang terjadi di lapangan. “Warga banyak keluhkan soal banjir,” ujar dia, Selasa (23/1/2024).
Menurut Machmud, Pemkot Surabaya banyak mengeluarkan anggaran untuk pembangunan saluran/drainase di kampung-kampung yang tujuannya untuk mencegah terjadinya banjir. Bahkan, ada pembangunan saluran yang baru selesai belum genap seminggu, ternyata tidak mengurangi banjir. Justru banjir makin parah. Bahkan, masuk rumah warga.
“Awalnya tidak seperti ini, tapi sejak dibangun drainase dengan box culvert satu meter di kanan kiri jalan, tapi malah banjir. Bahkan, debit air makin tinggi dan masuk rumah warga. Ini fakta di lapangan dan terjadi di Manukan,” jelas dia.
Machmud yang juga anggota KomisiĀ A DPRD Kota Surabaya menegaskan, dalam kasus ini, pasti ada yang salah dalam pembangunannya, sehingga anggaran yang digelontorkan itu tidak tepat guna atau tepat sasaran.
Selain persoalan banjir, lanjut mantan jurnalis ini, warga juga mengeluhkan langkah Pemkot Surabaya yang menghentikan permakanan untuk lansia dan digantikan dengan uang tunai Rp 200 ribu per bulan. Artinya satu kali makan Rp 6.600 sehari.
Akibatnya, banyak lansia yang telantar dan tak bisa makan makanan yang baik atau bergizi.
“Dengan Rp 6.600 sehari, para lansia mau makan apa? Makan nasi pecel saja seporsinya paling tidak Rp 15.000 hingga Rp 20.000. Ini jadi masalah di lapangan dan banyak dikeluhkan warga,”tegas Machmud.
Parahnya, pemberian makanan tambahan (PMT) untuk lansia tidak dapat perhatian dari Pemkot Surabaya.
“Dulu, PMT itu diberikan seminggu sekali dan nominal yang lumayan. Tapi sekarang ini sebulan belum tentu dapat satu kali. Itupun anggotanya dibatasi 50 orang dan digilir,”beber Machmud.
Apa akibatnya? Diakui Machmud, kegiatan para lansia berkurang. Mereka sekarang jarang keluar rumah dan kumpul-kumpul.
“Keluhan-keluhan warga ini saya tampung dari mana-mana, termasuk dari ketua Paguyuban Lansia Manukan Kulon (Pak Soekarno, red) yang membawahi puskesmas di tiga kelurahan, yakni Manukan Kulon, Manukan Wetan, dan Banjar Sugihan, “ungkap dia.
Machmud mengaku juga mendatangi posyandu lansia per RT maupun RW. Ternyata, keluhannya sama.
“Sekarang ini para lansia jarang keluar rumah. Sehingga banyak yang sakit dan tak punya teman. Ini karena para lansia tak punya kegiatan lagi. Ya, semua ini akibat perilaku Pemkot Surabaya yang tak adil. Mereka beralasan tak punya anggaran, tapi banyak kegiatan seremonial atau pesta rakyat digelar, ” beber dia.
Di sisi lain, saat ini Pemkot Surabaya menyediakan jeep untuk tur atau wisata. Untuk apa semua itu? “Kota ini isinya kan manusia. Sekarang manusianya seperti itu, tapi perlakuan pemkot tidak pada manusianya, tapi pencitraan. Seharusnya lansia itu diperhatikan dan fasilitasnya ditambah. Ya, dari pada melakukan pembangunan fisik seperti air mancur dan jembatan di Kenjeran yang tak bermanfaat langsung kepada rakyat,” ucap dia.
Selain masalah banjir, permakanan dan lansia, warga juga mengeluhkan soal sistem zonasi yang membuat anaknya tak bisa menikmati sekolah negeri. Di Surabaya ini ada 153 kelurahan, tapi sekolah SMP-nya hanya 63, sehingga banyak warga tak bisa masuk sekolah negeri.
Mau pakai jalur prestasi yang kuotanya 20 persen, lanjut Machmud, itupun harus pintar sekali dan harus bersaing dengan mereka yang tempat tinggalnya dekat-dekat. Sementara jalur afirmasi syaratnya setengah mati.
“Dengan sistem zonasi ini, anak sekolah sekarang ini tidak perlu pintar-pintar sekolahnya. Ya, percuma pintar tak bisa masuk sekolah negeri. Kalah dengan anak yang prestasinya biasa-biasa saja, dan tinggal dekat sekolahan, “pungkas dia.KBID-BE