KampungBerita.id
Surabaya Teranyar

Kembalikan Ruh Perjuangan pada Pers Indonesia

Ketua PWI Cabang Jatim Lutfil Hakim dan wartawan senior Anwar Hudijono menjadi nara sumber dalam acara dialog di Metro TV Jatim.@KBID-2022

KAMPUNGBERITA.ID-Tekanan bertubi-tubi membuat kondisi pers Indonesia saat ini cukup memprihatinkan. Bahkan, dikhawatirkan pers Indonesia akan menjadi bagian dari era disinformasi. Untuk itu, semua pemangku kepentingan wajib menghidupkan kembali ruh perjuangan pada pers Indonesia.

Demikian disampaikan Anwar Hudijono, wartawan senior dalam acara dialog di Metro TV Jatim, Selasa (29/3/2022).

Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jatim, Lutfil Hakim mengatakan, meski oligarki kini gencar menelusup ke sendi-sendi kepemilikan perusahaan pers, tapi insan pers harus tetap busung dada untuk tidak terkooptasi dalam membela kebenaran.

Dialog dipandu presenter keren Fatma Ayu Husnasari. “Dialog ini luar biasa. Bisa lebih hidup. Banyak muncul pemikiran yang orisinal. Mengingatkan bahwa tantangan pers setiap era memang berbeda-beda, tetapi ruhnya harus tetap dijaga. Misalnya pers sebagai sosial kontrol,” kata putri Indonesia Jawa Timur 2017 ini.

Menurut Anwar, salah satu tekanan yang dialami media massa mainstream adalah dari media sosial. Rendahnya literasi masyarakat mengakibatkan berkembangnya persepsi bahwa media sosial itu sama saja dengan media massa. Celakanya, masyarakat lebih memilih mengakses medsos yang lebih mudah dan lebih hangat.

Menurut Anwar yang dinobatkan oleh PWI Jatim sebagai Tokoh Pers Daerah 2022 ini, secara kualitatif semakin tidak jelas batasan antara medsos dengan media massa. Namanya media massa tapi karakternya seperti medsos. Sama-sama menyebar realitas palsu.

Semakin tidak jelas mana hoaks, mana yang jujur. Kian kabur antara fakta dan opini. Tidak jelas mana fake news pada truth news. Iklan dicampur berita. Jadi alat propaganda yang kadang malah ikut menyebar kebencian. “Jadinya pers Indonesia penuh subhat (samar-samar), “ungkap dia.

Lebih jauh, dia mengatakan, medsos itu digerakkan oleh kekuatan dahsyat invisible hand yang membalikkan era informasi menjadi era disinformasi. Yang mengikis batas-batas yang haq dengan yang batil. “Dalam bahasa agamanya ada proses pergerakan min an -nuri ilad-dhulumat (dari terang menuju kegelapan),” kata Ano, panggilan Anwar Hudijono.

Menurut dia, seharusnya pers itu bagian dari instrumen pergerakan min ad-dhulumat ila an-nur (dari kegelapan ke yang terang). Berarti pers itu harus mencerahkan dan mendidik masyarakat. Pers harus membela kebenaran. Memperjuangkan yang papa dan mengingatkan yang mapan. Melakukan sosial kontrol. Pers menjadi kekuatan moral masyarakat.

Untuk itu, lanjut Ano, pers Indonesia harus kembali kepada jati dirinya yaitu sebagai pers perjuangan. “Ruh pers Indonesia itu perjuangan. Boleh saja pers dikelola sebagai industri, tetapi ruh perjuangan ini harus dijaga,” tegas dia.

Pera Indonesia, lanjut dia, tidak harus berkiblat kepada pers Amerika yang mengklaim sebagai pilar keempat demokrasi setelah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Nyatanya kini pers Amerika telah menjadi alat propaganda. Alat partai politik. Menjadi bagian dari oligarki.

Marwah Tertinggi

Lutfil Hakim mengatakan, selain menerangi dan mencerdaskan, kewajiban pers (jurnalis) adalah menjalankan amanah fungsi kontrol (watchdog). Pers harus kritis, mengontrol dan mencegah terjadinya ketidak-adilan, terutama praktik penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dan praktik ilegal lainnya.

Pers wajib membatalkan semua praktik oligarki hasil persekongkolan antarkekuatan politik (political connection) di semua level, nasional maupun daerah. “Pers harus berani apapun risikonya. Karena di sanalah letak marwah tertinggi berada,” tegas Lutfil.

Selanjutnya, dia mengatakan, independensi pers harga mati. Obyektivitasnya juga tak bisa ditawar. Tidak boleh silau terhadap rayuan suap, jika tetap ingin memperteguh eksistensi pers sebagai backbone demokrasi.

“Pers harus tetap tegas lurus meski oligarki kini gencar menelusup ke sendi-sendi kepemilikan perusahaan pers, tapi insan pers harus tetap busung dada untuk tidak terkooptasi dalam membela kebenaran. Insan pers harus mengambil jarak yang tegas dengan manajemen usaha media fire-wall atau pagar api agar independensi tetap terjaga,” tegas pria asal Jember ini. KBID-BE

Related posts

IKA PMII Jatim Rancang KUBS untuk Pemulihan Ekonomi Masyarakat

RedaksiKBID

Peduli Pencegahan Virus Corona, Sebagian Gaji Semua Anggota FPKS Disumbangkan

RedaksiKBID

KBS Terus Berbenah, Tim Pemkot Surabaya dan KBS Melakukan Studi Kelayakan Pembangunan Taman Wisata Komodo

RedaksiKBID