KAMPUNGBERITA.ID-Realisasi pendapatan daerah dari retribusi parkir tepi jalan umum (TJU) di Kota Surabaya, kini baru mencapai 40 persen. Dari target Rp 35 miliar, saat ini baru terkumpul sekitar Rp11,7 mikiar.
Menanggapi ini, Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Baktiono mengakui adanya kebocoran retribusi parkir TJU tersebut.
“ Kalau melihat target yang terpenuhi masih kurang separoh lebih, pasti ada kebocoran. Pengendara tidak diberi karcis atau karcisnya expired tidak disobek,” ujar dia, Senin (12/9/2022).
Dia menjelaskan selain adanya kebocoran, dampak pandemi Covid-19 juga mengakibatkan retribusi TJU belum maksimal.
“Di Surabaya ada 1.500 titik parkir di jalan umum yang kurang lebih tersisa 1.100 titik. Titik parkir itu ada yang di tepi jalan umum di dekat toko-toko, juga depot atau restoran itu banyak yang masih belum pulih. Jadi diantaranya dampak-dampak pandemi itulah yang menyebabkan parkir dijalan umum ini masih belum maksimal memenuhi target,”ungkap dia.
Untuk itu, politisi senior PDI-P ini menyarankan, untuk menghindari terjadinya kebocoran tersebut perlu adanya kontrol masyarakat serta pemasangan CCTV secara menyeluruh di titik-titik parkir Kota Surabaya.
“Kalau sistem konvensional seperti ini yang bisa dilakukan itu, satu adanya kontrol masyarakat, ada hotline. Terus nanti misal ada masyarakat yang melapor dengan bukti, makanya harus ada CCTV tetapi masih belum dipasang menyeluruh. Kemungkinan nanti dibuat aturan usulan masyarakat apa, atau mereka dibebaskan dari parkir karena berani melapor,” tutur Baktiono.
Sementara Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya, Susandi Ismawan menyampaikan realisasi retribusi pendapatan parkir TJU masih belum sampai 50 persen dari target, karena pemulihan ekonomi baru terjadi pada Mei 2022, setelah sebelumnya terpukul pandemi Covid-19.
Selain itu, lanjut dia, terjadi pergeseran-pergeseran kebiasaan masyarakat di masa pandemi, seperti pembelian makanan secara online, dan keberadaan juru parkir (jukir) baru yang membutuhkan penyesuaian kinerja lagi.
“Kita tidak menutup kemungkinan ada potensi (kebocoran), karena ada pergeseran-pergeseran banyak jukir baru, sehingga memang kita perlu edukasi ke mereka. Bagaimana menanganinya juga berbeda-beda, kondisinya memang berubah setelah pandemi ini,” kata Sandi.
Dia mengakui, terdapat beberapa praktik kebocoran yang yang ditemui Dinas Perhubungan di lapangan, diantaranya menarik tarif tidak sesuai harga yang ditetapkan, tidak menyerahkan karcis kepada pengguna jasa parkir, serta banyaknya juru parkir liar.
“Memang ada titik parkir yang zona dan non zona. Jadi yang non zona harusnya untuk roda empat bayar Rp 3 ribu mereka menarik Rp 5 ribu. Hal-hal seperti itu juga yang harus kita informasikan kepada masyarakat. Saat ini banyak jukir-jukir liar, titik-titik yang bukan potensi parkir tapi dijadikan titik parkir oleh mereka,”beber Susandi.
Dia mengimbau jika menemukan kejadian tersebut masyarakat dapat melapor melalui aplikasi Sapa Warga.
“Masyarakat mungkin tidak perlu lagi tarik urat syaraf, pokoknya tahu titik parkirnya dimana difoto saja jukirnya laporkan melalui aplikasi Sapa warga. Itu pasti kita tindaklanjuti, karena kita ada respons time 30 menit harus segera menindaklanjuti itu,”jelas dia.
Untuk dapat membedakan juru parkir resmi atau liar, Sandi menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa membedakan.
“Kalau rompi sekarang sudah banyak jual beli, yang pertama kalau ada rambu huruf P parkir coret (dilarang parkir) itu pasti bukan potensi kita. Kedua, jukir kita itu pasti bertanda pengenal, ada seperti keplek, ada seperti rompi. Kalau yang parkir zona itu rompinya warna merah, kalau parkir non zona warna hijau. Selain kedua warna itu berarti bukan dari Dishub,” jelas dia.
Sandi menambahkan dalam kurun waktu tiga bulan ke depan, Dishub Surabaya akan melakukan penanganan dan pengawasan terhadap retribusi parkir tepi jalan umum dengan lebih maksimal sehingga target pendapatan bisa terpenuhi.
“Jadi kita benar-benar melakukan penanganan di lapangan, kita menurunkan petugas dan melakukan pengawasan. Sebetulnya berapa real potensi parkir di titik-titik tersebut. Karena memang harus kita akui sebelum pandemi dan sesudah pandemi ada pergeseran-pergeseran kebiasaan masyarakat,” kata Sandi. KBID- SS/BE