KAMPUNGBERITA.ID-Komisi D DPRD Kota Surabaya mengadakan rapat koordinasi (rakor) dengan 63 Kepala Puskesmas se-Surabaya untuk evaluasi layanan kesehatan kepada masyarakat. Mengingat masih banyak masyarakat yang mengeluhkan pelayanan di puskesmas.
Rakor yang digelar ruang rapat paripurna lantai 3 Gedung DPRD Kota Surabaya, Selasa (26/11/2024), adalah untuk mendengarkan secara langsung terkait realisasi program kesehatan yang berkaitan dengan BPJS, program satu ambulans satu kelurahan dan program satu RW satu tenaga kesehatan (nakes), dan masalah-masalah lainnya.
Kepala Puskesmas Manukan Kulon, dr Lolita Rismawati, M. Kesi, menyampaikan unek-uneknya. Dia mengatakan, bulan (November) ini rawan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Bahkan, wilayahnya masuk daerah endemik DBD dan masuk zona merah. Puskesmas Manukan Kulon bersama empat pilar sudah melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melakukan 3M Plus seminggu dua kali, yakni setiap Selasa dan Jumat.
“Meski sudah melakukan gerakan PSN, masih masuk zona merah terus. Ketika kami ingin datang ke SMA Negeri 11 Surabaya di Tandes untuk melakukan PSN bersama Kader Surabaya Hebat (KSH), justru tak diizinkan masuk. Bahkan kami diminta mengajurkan proposal lebih dahulu, mengingat ini kewenangan OPD Provinsi.” ungkap dia.
Lolita mengatakan pihak sekolah menyampaikan kalau ada tugas harus berdasarkan perintah dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jatim.
“Ya, kami mohon bantuan Komisi D untuk mencarikan solusi terbaik. Petugas kami (puskesmas) tidak bisa intervensi ke sekolah yang jadi kewenangan Pemprov Jatim, untuk”tandas dia.
Selain itu, terkait program satu ambulans satu kelurahan, Lolitic menjelaskan, jika di Puskemas Manukan Kulon memiliki satu ambulans, tapi yang memakai tiga kelurahan. “Ambulans yang kita miliki ini untuk emergency (darurat). Sehari bisa melayani sampai tiga atau enam rit (perjalanan bolak balik) untuk dipakai kontrol pasien. Yang kita khawatirkan kalau ada rujukan mendadak, kita pasti kelabakan,” beber dia.
Sementara Kepala Puskesmas Jagir, dr. Dessy Jumiaty Setia, selain minta tambahan tenaga kesehatan (nakes), juga mengeluhkan kondisi internet yang lemot atau krodit mulai pukul 08.00-11.00, sehingga pelayanan rujukan untuk pasien melalui online terganggu. Bahkan, sampai ada tudingan pihak puskesmas mempersulit.
“Sebenarnya ini masalah lama dan sudah kita laporkan ke Dinas Kesehatan Surabaya, tapi masih tetap saja,” tutur dia.
Menanggapi unek-unek sejumlah puskesmas, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, untuk dr Akmarawita Kadir menyampaikan, bahwa pihaknya mengapresiasi puskesmas yang merupakan tonggak paling bawah menghadapi masyarakat dalam layanan kesehatan.
“Saya ingat betul pada saat kita menghadapi pandemi Covid-19, puskesmas sampai kerja 24 jam. Ini luar biasa dan patut kita apresiasi, ” ujar dia.
Lebih jauh, dr Akmarawita menjelaskan, Komisi D mengundang 63 Kepala Puskesmas se-Surabaya adalah untuk rapat koordinasi dan silaturahmi. Pihaknya juga ingin mendengar secara langsung soal kendala yang dihadapi puskesmas saat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
“Selama ini memang kami jarang bertemu dengan seluruh kepala puskesmas. Rapat koordinasi ini untuk mencari solusi yang terbaik soal berbagai permasalahan di warga. Sebab biasanya hanya berdasarkan laporan warga, sehingga komunikasinya kurang cair. Tapi Alhamdullillah dengan rakor ini kita bisa mencairkan suasanane,”ungkap dia, Selasa (26/11/2024)
Politisi Partai Golkar ini bersyukur karena saat rapat koordinasi banyak masukan dan pendapat terkait program BPJS, satu ambulans satu kelurahan dan satu RW satu nakes (tenaga kesehatan).
“Alhamdulillah tadi banyak masukan. Permasalahan yang muncul akan kita koordinasikan dengan dinas-dinas terkait, khususnya Dinas Kesehatan,” ungkap dia.
Kalau soal BPJS, kata dr. Akmarawita sepertinya banyak terkendala soal komunikasi antara warga dengan puskesmas dan pihak kelurahan, serta rumah sakit. Sebenarnya standar operasional prosedur (SOP)-nya sudah jelas.
“Terkait aktifasi BPJS, kita akan lebih intens menjalin komunikasi, sehingga tidak ada lagi muncul kesan seakan-akan warga dihalang-halangi oleh puskesmas,” tegas dia.
Diakui dr Akmarawita, permasalahan ini juga muncul dari Dispendukcapil, karena ada warga yang statusnya domisili tidak tetap, KTP ganda, dan BPJS nya tidak aktif, sehingga seolah-olah puskesmas tidak mau mengaktivasi Akhirnya, yang menjadi korban adalah puskesmas.
“Jadi salahnya bukan di puskesmas, tetapi untuk aktifasi BPJS ini perlu verifikasi dari Dispendukcapil dan Dinas Sosial,”tutur dia.
Terkait program satu RW satu nakes, dr. Akmarawita menuturkan, bahwa permasalahannya ada pada kondisi fasilitas kebanyakan gedung RW yang akan digunakan untuk pelayanan kesehatan.
“Apakah sudah memadai atau belum. Ada beberapa Balai RW juga masih meminta waktu agar ada nakesnya, karena ruangannya juga masih digunakan untuk kegiatan-kegiatan lainnya,” beber dia.
Namun, ada juga ada faktor lain yakni ruangan balai RW nya yang memang kecil dan tidak memadai untuk program ini. Selain itu, juga ada balai RW yang keberadaannya di perumahan elit, sehingga jarang digunakan untuk kegiatan tersebut
Untuk itu dr. Akmarawita menegaskan, pelaksanaan beberapa program kesehatan untuk masyarakat harus didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang cukup dan fasilitas yang memadai.
“Ini yang kita evaluasi sehingga program satu RW satu nakes bisa optimal,” tutur dia.
Terkait petugas puskesmas yang tak diizinkan masuk ke SMA Negeri 11 Surabaya untuk kegiatan PSN, mengingat wilayah tersebut masuk zona merah, dr Akmarawita menyatakan, Komisi D akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Jatim dan sekolah bersangkutan.
“Permasalahannya di mana sih kok petugas puskemas tak diizinkan masuk. Tapi sebelum mengundang Dinas Pendidikan Jatim, kita akan persuasif dulu,”kata dia.
Kebetulan, lanjut dia, ada alumni dari Komisi D yang akan ke sana (SMAN 11). Ya, nanti akan minta penjelasan sebenarnya letak permasalahan di mana.
“Sebenarnya kejadian (DBD) itu kan ada di Surabaya, ya kita harus melindungi warga. Penyakit DBD kan disebabkan nyamuk yang bisa terbang kemana-mana. Kejadian itu mungkin ada di sekolah, apakah di situ banyak genangan dan lain lain. Ini yang akan kita lihat,”tandas dia.
Yang jelas, lanjut dia, dalam waktu dekat ini Komisi D akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Jatim dan pihak sekolah. ” Ini sebagai contoh bagi sekolah- sekolah lain yang kewenangannya ada di provinsi, ” pungkas dia. KBID-BE