KAMPUNGBERITA.ID – Tradisi, nilai-nilai luhur, dan kearifan lokal yang kini terkikis ditengah serangan budaya modern. Kebudayaan memiliki peran penting sebagai indentitas suatu bangsa. Di Surabaya ada beberapa segelintir orang yang masih bertahan dan melestarikan budaya lokal.
Dibalik keriuhan mall-mall megah, ada pedagang-pedagang kecil yang berusaha mempertahankan eksistensi dari produk budaya yaitu pengrajin pusaka masih bertahan hingga saat ini. Namun tak mudah untuk menemukan mereka. Untuk menuju ketempat itu harus memasuki gang kecil di belakang Pasar Turi baru.
Letaknya cukup tersembunyi, di jalan kecil samping rel kereta api yang hanya bisa dilalui satu mobil saja. Itupun jalannya masih berupa tanah. Tak sampai 10 pedagang disana. Bukan toko besar, melainkan bangunan semi permanen yang dibuat seadanya. Saat hujan datang, seringkali air masuk ke dalam kios lewat atap yang bolong dan membasahi keris-keris yang dipajang. Terang saja, banyak keris yang rusak sebelum menemukan pembelinya.
Beberapa pedagang meletakkan alat pande di depan kios mereka agar pembeli bisa melihat langsung prosesnya. Mereka merupakan pedagang terdampak kebakaran Pasar Turi 2007 lalu. Kini, mereka menempati kios yang dibangun sendiri di daerah tersebut.
Mirisnya Puluhan tahun tidak keperdulian dari Pemerintah kota Surabaya, mereka harus bertahan didalam keterbatasan. Sebagai bentuk keperdulian terhadap budaya lokal yang mulai tergeser ini. Mereka merupakan pedagang terdampak kebakaran Pasar Turi 2007 lalu. Kini, mereka menempati kios yang dibangun sendiri di daerah tersebut.
Didampingi Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) Taufik Hidayat alias Taufik Monyong, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya AH Thony mengunjungi pengrajin keris asli Surabaya yang masih berhahan di penampungan Pasar Turi Surabaya.
Melihat kondisi tersebut, AH Thony sangat menyayangkan. Sebab, keris merupakan aset budaya bangsa. Keberadaan pengrajin keris di Surabaya, menurut Thony, harus bisa lebih diapresiasi.
“Kebanyakan keris didatangkan dari Jawa Tengah. Padahal, di Surabaya juga ada pengrajinnya. Mereka ini luput dari sorotan dan perhatian Pemerintah. Jika terus dibiarkan, keris buatan asli Surabaya akan turut lenyap,” ungkapnya saat sidak ke lokasi pengrajin keris asli Surabaya.
Untuk mempertahankan ini, lanju AH. Thony, diperlukan regulasi atau Perda Kebudayaan yang mampu mengangakat produk budaya lokal ini seperti pusakan ini.Thony, mengungkapkan bahwa ia mendapati bahwa para pengrajin keris tersebut berjuang tanpa bantuan pihak lain.
“Ini artinya, pemerintah tidak hadir di tengah upaya intuk melestarikan kebudayaan lokal. Padahal, kami semua mengharapkan perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Thony menegaskan bahwa Pemkot Surabaya harus ada dan mendampingi agar pengrajin bisa bangkit. Sekaligus usaha untuk melestarikan budaya lokal. Banyak cara yang bisa dilakukan, seperti penyediaan tempat atau workshop yang lebih layak. Sehingga pembeli bisa lebih mudah untuk melihat produk-produk tersebut.
“Ini bisa dikaitkan dengan area Hi-Tech Mall. Jika area tersebut direvitalisasi dan dijadikan sentra kebudayaan, maka pengrajin keris juga bisa dipindahkan kesana,” ujarnya.
Sementara itu, Empu Handy, salah satu pembuat keris mengatakjjhbkan, selama ini pihaknya bersusah-payah untuk mempertahankan warisan leluhur mereka. Dalam memproduksi keris meruka harus berjuang sendiri dalam semua keterbatas ini. Mulai dari ketiadaan air untuk melakukan proses pande. Seringkali mereka harus membeli per jirigen.
Meskipun kiosnya makin sepi pembeli, dia terus bertahan. Bahkan, dalam waktu setahun pun belum tentu laku satu kerisnya.
Empu Handy menjelaskan, keris yang ia jual harganya bervariasi. Mulai dari Rp 150 ribu hingga puluhan juta. “Kami berusaha terus bertahan meski kondisi tidak memungkinkan. Sebab, satu hal yang selalu kami pegang, yakni amanat keluarga untuk terus melestarikan warisan budaya,” ungkapnya.
Hal itu berbeda dengan kondisi sebelum kebakaran. Dahulu, peminat datang dari berbagai wilayah. Bahkan, acapkali para pedagang mengekspor ke luar negeri untuk memenuhi permintaan konsumen. Namun, sesaat setelah kebakaran dan kepindahan kios, pedagang tak lagi diuntungkan. Bahkan, dari 50 orang yang pedagang, kini hanya bertahan beberapa saja.
AH Thony menegaskan akan memperjuangkan Perda (Peraturan Daerah) kebudayaan. Bertumpu pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, AH Thony bertekad bahwa DPRD Kota Surabaya bakal mengeluarkan perda serupa.
Diakui AH Thony bahwa hal itu bukan pekerjaan mudah. Tapi, dewan bakal berusaha untuk mewujudkannya. “Harus segera ada meeting besar bersama Pemkot dan pengrajin. Jika sudah ada perda, maka keberadaan pengrajin ini bisa terlindungi. Juga pasti ada anggarannya sehingga perihal permodalan bisa dibantu,” ujarnya.
AH Thony mengatakan Demi meningkatkan kemampuan pengrajin, Pemkot Surabaya juga perlu melakukan pelatihan tentang produksi, manajemen usaha, hingga pemasaran. Bahkan, bantuan berupa teknologi untuk proses produksi juga diperlukan agar pembuatan keris lebih mudah.
Selain itu, agar hasil seni khas Surabaya tersebut bisa lebih dikenal masyarakat luas hingga ke internasional Pemkot bisa memesan keris untuk souvenir di acara-acara besar Surabaya. Bahkan, keris khas Surabaya dengan desain menyerupai Monumen Tugu Pahlawan sudah ada dan dijual pengrajin. Namun, produk tersebut belum tenar di pasaran. Untuk menciptakan ikon keris Surabaya, Thony beranggapan produk tersebut sangat tepat. KBID-PAR