KAMPUNGBERITA.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperbarui data petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada saat penyelenggaraan Pemilu 2019. Sampai 23 April sore, tercatat 119 orang meninggal dunia.
“Berdasar data yang kami himpun hingga pukul 16.30 WIB, petugas kami yang mengalami kedukaan ada 667 orang, 119 meninggal dunia,” kata Komisioner KPU, Viryan Aziz, di Gedung KPU RI, Selasa (23/4).
Petugas yang sakit tercatat 548 petugas sehingga total petugas terkena musibah 667 orang. “Terdapat di 25 provinsi,” ucapnya.
Terkait santunan yang akan diberikan kepada keluarga korban, Kemenkeu sudah setuju dengan pemberian dana.
“Kemenkeu kan sudah memberikan dukungan pernyataan akan memberikan santunan dan kami apresiasi sudah ada beberapa pemprov yang akan berikan santunan,” ujarnya.
Meski demikian, terkait hal teknis seperti pencairan dana, Viruan menyebut masih dibahas lebih lanjut.
“Itu nanti, urusan teknis keuangan. Tapi prinsipnya ini jadi prioritas dan KPU apresiasi Kemenkeu berikan dukungan. Saat ini sedang ada rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kami harap korban tidak terus berjatuhan rekan-rekan kami,” jelas dia.
Selain petugas KPPS, sejumlah pengawas Bawaslu juga dilaporkan meninggal dunia usai mengawasi Pemilu 2019. Mayoritas mereka meninggal setelah sakit akibat kelelahan.
“Tercatat 33 orang pengawas pemilu meninggal dunia,” kata Anggota Bawaslu M. Afifuddin melalui keterangan tertulis, Selasa (23/4).
Pengawas yang meninggal dunia berasal dari 26 kabupaten/kota di 10 provinsi. Paling banyak berada di Jawa Barat yakni 10 pengawas.
Korban meninggal dunia juga berasal dari personel Polri. Sampai hari ini, total 15 personel dari berbagai daerah meninggal karena ragam kejadian yang mayoritas disebabkan kelelahan usai melakukan pengamanan di sejumlah TPS.
Menurutnya, dengan banyaknya korban pemilu serentak sebagaimana yang dilakukan pada 2019 cukup dilakukan sekali. Keserentakan Pemilu 2019 terbukti melebihi kapasitas kemampuan penyelenggara.
“Cukup sekali saja pemilu serentak yang seperti ini. Pemilu serentak dalam konteks untuk sistem pemerintahan presidensial ini baik. Namun, keserentakan menggunakan lima kotak suara atau lima kelompok pemilihan sudah terbukti sampai saat ini melebihi kapasitas kita untuk mewujudkan pemilihan umum serentak yang efektif dan berintegritas serta damai,” ujar Viryan.
Karena itu, ke depannya KPU mengusulkan pemilu dikelompokkan menjadi dua, yakni pemilu nasional dan pemilu lokal. Pemilu nasional dengan kelompok pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI dan DPD.
“Mengapa yang tiga ini diserentakkan, sebab inilah lembaga politik yang ada di tingkat nasional, yaitu eksekutif dalam hal ini presiden dan wakil presiden, legislatif dikenal ada DPR dan DPD. Jadi pas untuk dilakukan secara nasional,” lanjutnya.
Kedua, pemilu lokal untuk memilih pejabat tingkat daerah. Menurut Viryan, pemilu lokal pun bisa dibagi dua.
“Pemilu lokal ini sebenarnya pilihanya bisa juga dua. Yakni digabung pemilihan DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, walikota dan bupati sekaligus. Atau, dipilah untuk pemilu di tingkat provinsi dan pemilu di tingkat kabupaten/kota,” jelasnya.
Meski demikian, Viryan menilai usulan itu perlu kajian yang mendalam. “Tetapi paling tidak sebagai awalan untuk melihat ke depan tentunya patut untuk dipertimbangkan,” tegasnya. KBID-NAK