KAMPUNGBERITA.ID-PT Granting Jaya, selalu operator proyek Pengembangan Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land (SWL) melakukan sosialisasi terhadap masyarakat nelayan, Rabu (24/7/2024). Ini dilakukan karena masih banyak nelayan yang belum paham, sehingga menolak pelaksanaan reklamasi untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) di pesisir Pantai Kenjeran itu.
Juru bicara PT Granting Jaya, Agung Pramono mengatakan, pihaknya bertemu dengan 120 nelayan untuk melakukan sosialisasi dan memberikan informasi secara detail terkait proyek Pengembangan Kawasan Pesisir Terpadu Surabaya Waterfront Land.
“Kami berdialog dan mensosialisasikan proyek SWL. Rabu (24/7/2024) khusus bicara terkait alokasi daerah reklamasi yang disebut ‘Pulau Perikanan’ seluas 120 hektare. Jadi, pulau ini untuk seluruh aspek perikanan, mulai aspek paling kecil hingga besar,” ujar dia.
Sosialisasi ini, kata dia mendapat berbagai tanggapan dari nelayan. Ada yang reaksinya datar, ada yang baik dan punya usulan, bahkan ada yang mempertanyakan alasan dan lain-lain.” Itu sudah kita jawab semua, ” tandas dia.
Tentu, kata Agung, masukan-masukan dari para nelayan ini menjadi data bagi PT Granting Jaya untuk memperbaiki langkah-langkah berikutnya, mengingat ini terkait dengan nasib nelayan. Lantaran hampir semua bicara nasib nelayan yang terdampak.
Misalnya, ada nelayan bertanya soal bambu untuk menangkap ikan yang kena reklamasi, apa langkah dari PT Granting Jaya. “Ya, kita akan negosiasikan. Itu pasti akan menjadi perhatian kita,” ungkap Agung.
Bagaimana saat proses reklamasi nelayan tidak bisa melaut untuk mencari ikan? Agung menyatakan, pihaknya telah menyiapkan pengalihan pekerjaannya. Karena 100 hektare yang existing nantinya akan ada redesain untuk dibangun.
Kemudian hal-hal yang terkait dampak negatif peluang tangkap ikan terganggu, Agung menyatakan nanti akan ditawarkan untuk dialokasikan bekerja pada proses pembangunan, khususnya untuk nelayan terdampak.
“Sudah pasti kita siapkan alternatif. Komitmen pengembang atau proyek, itu harus dalam bentuk pernyataan yang nanti kita kirimkan ke pemerintah,” tegas dia.
Terkait perumahan untuk nelayan, Agung menyatakan, para nelayan jangan sampai keliru menangkapnya. Yang dibangun itu bukan rumah menengah atau mewah, tapi rumah yang kelasnya untuk nelayan dan harganya terjangkau. Jangan dipikirkan untuk orang lain,” tutur dia.
Untuk pelaksanaan Proyek Strategis Nasional di milik Pemerintah Pusat tersebut, kata Agung, pihaknya pasti berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat, dalam hal ini Pemkot Surabaya. Karena tak mungkin meninggalkan pemerintah daerah karena nantinya berkaitan dengan perizinan dan penduduk. Yang jelas, lanjut dia, tim analisis dampak lingkungan (Amdal) sudah memantau kegiatan (sosialisasi) ini. Karena, untuk proyek ini pihaknya harus melengkapi amdal dalam rangka untuk proses ke pemerintah lebih lanjut.
Soal tahapan yang sudah dilalui untuk proyek ini, Agung menegaskan, memang untuk Proyek Strategis Nasional ini tidak semua orang bisa memahami karena peraturannya banyak.
“Makanya, saya bilang tadi proyek ini bisa memakan waktu 20 tahun. Jadi pembangunan ini bukan untuk kita, tapi yang menikmati nanti anak cucu kita. Karena itu, tahun ini kita proses untuk menyelesaikan perizinan di kementerian, perizinan yang lanjutan ya, lantaran kalau PSN sudah rapat kabinet dipimpin Presiden Jokowi. Nanti kan ada IMB dan perizinan lainnya.Itu semua akan jalan, ” imbuh dia.
Sementara Dirut PT Granting Jaya, Soetiadji Yudho mengatakan, pihaknya bertemu dengan nelayan untuk melakukan sosialisasi dengan memberikan informasi secara detail terkait rencana proyek Surabaya Waterfront Land.
“Kan biasa suatu proyek pembangunan itu ada yang setuju dan tidak, di sinilah kita terbuka berbagai masukan yang konstruktif tentunya dari para nelayan,” ujar dia.
Lebih jauh, dia memaparkan, tujuan utama proyek Surabaya Waterfront Land ini untuk kemajuan bersama, terutama nelayan yang menjadi prioritas. Karena nelayan lah yang merasakan betul dampak proyek nasional ini. “Tidak ada pembangunan itu untuk merugikan rakyatnya sendiri,” ungkap dia.
Salah seorang nelayan dari Wonorejo, Mukminin mengaku, sebagai nelayan dirinya merasa resah karena penghasilannya terancam dengan rencana adanya reklamasi untuk proyek Surabaya Waterfront Land.
” Adanya reklamasi membuat para nelayan tak bisa mencari ikan di wilayah tangkapan. Ekosistem juga berubah. Jadi kami merasa resah dan bingung, mau alih profesi seperti apa?” tandas dia.KBID-BE