KAMPUNGBERITA.ID – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menjadi pembicara sebagai wakil dari Indonesia dalam puncak acara sesi pleno pada Jumat, 29 Maret 2019. Sekitar 500 orang turut ambil bagian pada sesi pleno ini.
Mereka yang hadir di antaranya, Ketua Dewan Federasi Majelis Federal Federasi Rusia, Gubernur St. Petersburg, Menteri Pendidikan Rusia, para peneliti, praktisi, akademisi dan para pejabat dari Austria, Vietnam, Argentina, Jepang, Cina hingga Finlandia.
Mengawali paparannya, Wali Kota Risma menjelaskan, pada tahun pertama ia menjabat sebagai wali kota, Surabaya memiliki berbagai tantangan terkait dengan kemiskinan. Saat itu, lebih dari 30 persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan. Tak hanya itu, di Surabaya saat itu ada enam distrik lampu merah atau area prostitusi yang beroperasi. Situasi ini membuat meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, serta tingkat kenakalan remaja.
“Karena itu, kota ini telah membentuk banyak inisiatif untuk mengatasi kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung ini,” kata Wali Kota Risma saat mengawali paparannya, Jumat (29/3) waktu setempat.
Inisiatif itu dimulai pada tahun 2011, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membuat program pendidikan gratis dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah dan kejuruan untuk memungkinkan semua anak mengejar pendidikan yang layak. Namun, anak-anak yang tinggal di distrik lampu merah, menunjukkan minat yang sangat rendah ke sekolah. Untuk mengatasi masalah ini, pihaknya memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk mendaftarkan sekolah gratis yang terletak di tempat terdekat dengan rumah mereka.
“Tidak hanya bebas biaya sekolah, pemerintah kota juga mendukung mereka dengan seragam gratis, tas, sepatu, dan peralatan sekolah lainnya yang dibutuhkan,” ujarnya.
Namun saat itu, ada permasalahan lain yang membuat Risma, sapaan Tri RIsmaharini harus mengambil langkah cepat. Saat itu, anak-anak jalanan lebih memilih untuk tidak bersekolah, karena mereka terbiasa mendapatkan uang dengan menjadi pengemis atau bernyanyi di jalan. Maka dari itu, pihaknya kemudian membangun tempat perlindungan gratis untuk menampung anak-anak tersebut. Dengan memberikan mereka perawatan yang tepat, serta dukungan untuk pengembangan bakat.
“Hari ini, kami bangga melihat banyak prestasi yang dibuat oleh anak jalanan dalam kompetisi regional atau nasional,” tutur Risma.
Ia menyebut kondisi ekonomi dan kemiskinan keluarga adalah salah satu alasan yang mempengaruhi kemampuan anak-anak mendapatkan pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, pada tahun 2010, Pemkot Surabaya meluncurkan program Pahlawan Ekonomi yang menargetkan ibu rumah tangga keluarga miskin dan melatih mereka untuk menjadi wirausaha perempuan.
“Pemerintah Kota Surabaya memberi mereka pelatihan gratis mulai dari produksi hingga pengemasan hingga pemasaran produk mereka,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Risma, bagi siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke universitas dan ingin mulai bekerja, Pemkot Surabaya memiliki pelatihan gratis dan dukungan untuk pemasaran produk melalui program Pejuang Muda.
Di hadapan ratusan audience, ia juga menyampaikan, perkembangan anak-anak dengan kebutuhan khusus menjadi bagian dari prioritas Pemkot Surabaya. Banyak dari mereka yang berasal dari keluarga miskin dan beberapa ditinggalkan oleh orang tuanya. Untuk membantu mereka, pihaknya kemudian mengembangkan 78 sekolah inklusi. Ada juga tempat perlindungan sosial untuk melanjutkan kehidupan dan mengembangkan keterampilan mereka.
“Sebagai hasil dari semua inisiatif ini, kami dapat menikmati Indeks Pembangunan Manusia tertinggi di Indonesia, meningkatnya jumlah prestasi siswa di tingkat nasional dan internasional, dan Surabaya dianugerahi UNESCO Learning City Awards pada tahun 2017,” pungkasnya.
Risma merupakan perwakilan yang pertama dari Indonesia sebagai salah satu pembicara dalam St. Petersburg International Educational Forum ke-10 di Rusia. Forum skala internasional yang berlangsung selama lima hari 25 – 29 Maret 2019 itu bertujuan untuk membahas berbagi isu-isu pendidikan dari berbagai penjuru dunia.
Forum ini merupakan yang terbesar dalam sejarah, lebih dari 20 ribu orang dari Rusia dan puluhan negara di dunia ambil bagian di dalamnya. KBID-DJI