KAMPUNGBERITA.ID-Panitia khusus (Pansus) Raperda Penataan Reklame DPRD Kota Surabaya terus menggodok perda baru sebagai penyempurna di dalam Perda Nomor 5 Tahun 2019.
Kamis (13/4/2023) siang, pansus mengundang sejumlah OPD Pemkot Surabaya, seperti Badan Pendapatan Daerah, Dinas Perhubungan, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP, untuk menggali permasalahan reklame di Surabaya.
Ketua Pansus Penataan Reklame, Arif Fathoni menyampaikan jika rapat kali ini pansus banyak menggali data jumlah pelaku usaha reklame di Surabaya yang masih aktif. Dalam artian aktif membayar kewajibannya terhadap Pemkot Surabaya, dalam hal pajak retribusi.
Dari hasil pembahasan tersebut, kata Toni, panggilan Arif Fathoni, ternyata pansus mendapat suguhan data yang mencengangkan.
“Dari Januari hingga April 2023, ada 113 wajib pajak yang tidak membayar pajak ke Pemkot Surabaya. Bahkan, ada satu yang ditempeli stiker tak bayar pajak, namun esoknya stiker tersebut hilang,” ujar dia usai rapat dengan OPD Pemkot Surabaya, Kamis (13/4/2023).
Temuan ini, menurut Toni, merupakan masukan yang penting bagi Pansus Reklame, sehingga pihaknya harus lebih menerapkan redaksi pasal per pasalnya itu lebih lugas dan lebih jelas. Dengan demikian, tidak menimbulkan multi interpretasi atau banyak penafsiran di lapangan bagi Tim Reklame Pemkot Surabaya di dalam menegakkan peraturan daerah (perda) tersebut.
“Dari 113 wajib pajak reklame ada 63 yang belum menunaikan kewajibannya. Yang lain, ada enam yang sudah dibongkar. Sisanya, begitu didatangi petugas Satpol PP langsung memenuhi kewajibannya,” ungkap dia.
Lebih jauh, Toni yang juga Ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya ini menegaskan, kenapa hal ini penting untuk ditanyakan kepada OPD-OPD, karena di Surabaya ini terdaftar 84 pelaku industri reklame. Mereka semua sudah diundang pansus, namun ada enam pelaku industri reklame yang alamatnya tidak jelas.
Alamatnya itu ternyata klinik kecantikan.
“Begitu kita tanyakan tim yang mengundang, ternyata dari dulu di situ tidak pernah ada kantor reklame. Ini kan pelaku industri reklame bodong yang merugikan kita semua. Karena tidak ada pembayaran pajak ke Pemkot Surabaya,” jelas dia.
Untuk itu, beber mantan jurnalis ini, ada beberapa pasal, khususnya pasal 14 raperda yang menurut pansus redaksinya masih belum sempurna. “Karena itu redaksinya akan kita pertegas lagi, sehingga tidak menimbulkan perbedaan interpretasi di lapangan,”tandas dia.
Toni menambahkan, pansus juga menanyakan selama ini ada anekdot ketika ada pohon reklame, maka pohon ciptaan Tuhan YME tidak bisa tumbuh dengan baik. “Makanya, tadi kita tanyakan. Kita tidak menolak itu, yang penting dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Artinya, ketika ada satu pelaku industri reklame melakukan perizinan perampingan atau penebangan pohon, itu harus mengganti di tempat lain, sesuai perda, ” imbuh dia.
Yang dipersoalkan pansus, tutur Toni, manakala menebang pohon tetapi tidak mengajukan izin ke Dinas Lingkungan Hidup. Akhirnya apa? “Alam dirugikan, pemkot tak bisa mendapatkan ganti pohon yang senilai. Karena merawat pohon itu kan susah dan butuh waktu puluhan tahun,”papar dia.
Soal ada pohon di depan Hotel Bekizar dan Hotel Cleo di Jalan Basuki Rahmat yang diduga ditebang untuk pendirian papan reklame? Toni menjelaskan, pihaknya mendapat satu titik, ternyata itu bekas pohon. Apakah itu ditebang,Wallahualam.Itu nanti biar Dinas Lingkungan Hidup yang akan mengecek. Karena ada bekas pohon berdiri itu tiba-tiba hilang.Namun kelihatan bekas lubangnya.
“Makanya, tadi kita tanyakan pohon itu ditebang kapan, lantas apakah kompensasinya sudah diberikan apa belum? “Kita berkhusnudzon (berprasangka baik). Mungkin saja itu pohon sudah ditebang sesuai ketentuan yang berlaku. Makanya, kita tadi konfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup,” beber Toni.
Terkait reklame yang berdiri di kawasan Lenmarc, Toni menyatakan beberapa pemilik reklame mendirikan papan reklame di atas sempadan jalan, dan ternyata itu tidak menyewa ke Pemkot Surabaya. Karena fasilitas umum (fasum) nya belum diserahkan ke pemkot oleh pengembang.
“Itu masih fasumnya pengembang. Jika demikian, pemkot yang dirugikan. Karena hanya menerima pajaknya saja, tapi tidak menerima retribusinya. Karena setiap tanah milik pemkot yang digunakan untuk jasa reklame itu kan mereka menyewa ke dinas. Kalau itu masih dimiliki pengembang, kan pengembang yang dapat keuntungan. Padahal, pengembang memiliki kewajiban segera menyerahkan fasum dan fasosnya ke pemkot. Kita belum tahu pengembangnya siapa, tapi kita berharap segera menyerahkan ke pemkot, ” pungkas dia.
Sementara Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Achmad Eka Mardijanto dikonfirmasi soal dugaan adanya pemotongan pohon yang dijadikan papan reklame di depan Hotel Bekizar dan Hotel Cleo menyatakan, akan melakukan pengecekan ke lokasi. “Ya, kami baru tahu tadi kalau di depan Hotel Bekizar dan Hotel Cleo infonya ada pohon yang ditebang untuk pemasangan beton reklame. Kita akan cek, ” ungkap dia.
Lebih jauh, Eka menjelaskan, sejak dirinya menjabat Sekretaris DLH setahun lalu, belum ada pelaku reklame yang kena sanksi akibat pemotongan pohon untuk reklame. “Alhamdulillah selama saya di sana (DLH) belum ada pemotongan pohon untuk papan reklame,” tutur dia.
Sebelumnya? “Saya tidak tahu.Nanti akan kita cek dulu datanya,” elak Eka.
Lebih jauh, Eka menegaskan, untuk pemasangan reklame harus diupayakan tidak mengorbankan pohon. “Tapi soal aturan detilnya akan kita cek dulu. Saya takut salah,” imbuh dia.
Eka menegaskan, taman memang harus bebas dari reklame. Karena di sana ada domain masyarakat. Mereka pergi ke taman yang dilihat kan pohon atau tanaman, bukan reklame. Karena itu, jangan sampai tanaman itu terganggu oleh yang lain.
“Sekali lagi akan kita cek. Jika memang ada seperti itu ya harus ada penggantinya. Karena menanam pohon itu kan tidak asal menanam. Misalnya, di lokasi itu butuh untuk penghijauan berapa pohon, kalau satu pohon hilang kan tidak optimal untuk fungsi penyerapan CO2 dari jalan itu. Sekali lagi kita perlu cek dulu, ” tandas dia.
Dia mengakui, selama ini pihaknya berkomunikasi dengan Satpol PP untuk beroperasi, terkait penempatan reklame tersebut.
Dia berharap, ke depan penataan reklame di kota Surabaya lebih optimal. Artinya, sesuai estetika kota dan mendukung program-program kota. Misalnya, program keindahan, kenyamanan, dan penghijauan. “Reklame itu kan menambah keindahan kota. Tapi kan perlu ada penataan, ” pungkas dia. KBID-BE