KAMPUNGBERITA.ID-Untuk kesekian kalinya, warga Klampis Semolo Tengah IV dan Semolowaru Utara I, Kelurahan Semolowaru, Kecamatan Sukolilo, meminta kepada Pemkot Surabaya untuk membongkar tower atau menara jaringan telekomunikasi yang ada di Jalan Semolowaru Utara I/49.
Warga Semolowaru Utara, Lilik Susilowati sebagai perwakilan 13 warga di sekitar tower mengaku, pihaknya sudah mengadu ke Komisi C DPRD Kota Surabaya pada Mei dan September 2021, namun belum ada tindak lanjut.
Dia menilai, pembangunan menara yang dimulai awal 2006 itu tidak melalui prosedur yang benar. Sebab warga sekitar tidak pernah dilibatkan atau diajak bicara.
Sepengetahuan warga, menara jaringan telekomunikasi tersebut milik PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo).
“Warga sekitar tidak pernah dilibatkan atau diminta persetujuan dalam pembangunan menara telekomunikasi tersebut,” jelas dia saat hearing di Komisi C , Selasa (30/5/2023) sore.
Lilik menjelaskan, pada 2006 awal mendirikan menara PT Protelindo, warga sudah protes tetapi berjalan sendiri-sendiri, baik itu warga Klampis Semolo Tengah IV maupun Semolowaru Utara Gg I. Namun, kini warga bersatu karena sudah merasakan dampak dari kehadiran menara jaringan telekomunikasi di daerah tersebut. Selain berpotensi mengganggu kesehatan, juga rawan roboh jika ada gempa bumi.
Lebih jauh, Lilik menjelaskan, pada Januari 2022, sempat dilakukan mediasi warga dengan pemilik tower, tapi deadlock atau menemui jalan buntu. Ini karena pemilik tower bersedia bernegosiasi setelah masa sewanya selesai.
“Warga minta tower itu dibongkar. Tidak masalah eksekusinya molor, tapi harus ada kepastian. Hanya saja, pemilik lahan dan pemilik tower keberatan atas pembongkaran tersebut,”tutur dia.
Karena sudah setahun lebih kasus ini tak ada tindaklanjutnya, kata Lilik, akhirnya dilaporkan kembali DPRD Kota Surabaya.
Apalagi, lanjut dia, pada 15 April 2023, ada lima rumah di sekitar tower yang barang- barang elektroniknya meledak secara bersamaan ketika ada petir.
“Yang kami herankan, ledakan itu bersamaan dan hanya terjadi di sekitar tower. Katanya ada asuransi, tapi aku televisi, lampu, kulkas dan barang elektronik lain yang meledak itu sampai sekarang belum diganti, ” ungkap dia.
Perwakilan PT Protelindo Surabaya, Marina menuturkan, jika tower tersebut sudah berdiri sejak 2006 oleh PT Indo Nusa. Kemudian pada 2016 dialihkan ke PT Protelindo.
“Sebenarnya kami mau membahas persoalan ini secara musyawarah dengan warga. Namun tak tercapai kata sepakat. Sewa kami ke pemilik lahan akan berakhir 2025, kalau harus dibongkar sekarang jelas tidak mungkin. Apalagi, kesepakatan pemilik lahan dengan pemilik tower sudah diteken. Kalau pemilik lahan mau diperpanjang, warga tak bisa menuntut,” tandas dia.
Sementara Perwakilan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya, Reinhard menjelaskan, jika tower yang didirikan 2006 itu mengalami pembaruan pada 2016.
“Berdasarkan tata ruang, perizinan tower itu masih sesuai. Namun untuk izin 2006 kita akan telusuri data-datanya. Kami butuh waktu sekitar seminggu karena datanya masih manual, “jelas dia seraya menambahkan jika selama ini yang namanya bangunan menara dibutuhkan rekomendasi dampak lingkungan.
Sementara dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menyampaikan jika untuk pembangunan tower di Jalan Semolowaru 1/49 itu, rekom
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup ( UKL-UPL) belum terdaftar di dinasnya.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Aning Rahmawati menyatakan, jika kasus ini
sebetulnya sudah pernah dibahas pada 2021. Bahkan, anggota Komisi C sudah pernah sidak lapangan atau lokasi.
Kalau 2006 perizinan mereka seharusnya masih ada HO (izin gangguan). Kemudian terkait IMB 2006, ternyata PT Protelindo ini juga belum memiliki kelengkapan perizinan.
“Kalau IMB itu keluar seharusnya rekom drainase, dan beberapa rekom yang lain harus keluar, ” tutur politisi PKS ini.
Dia menjelaskan, terkait tower itu biasanya harus ada izin lingkungan (IL) atau rekom LH.
Parahnya, rekom LH berupa UKL-UPL itu ternyata belum ada.
“Kita juga kaget. Seharusnya IMB tak bisa keluar kalau rekom UKL-UPL belum ada. Tapi faktanya, IMB sudah keluar, “ungkap dia.
Sementara waktu perpanjangan 2016 itu berdasarkan pada IMB yang diduga cacat hukum. Karena DPRKPP belum melakukan proses pengecekan dokumen. Namun dari LH sudah pasti tidak mengeluarkan UKL-UPL, sehingga kalau berdasarkan Perda Bangunan dan kemudian berdasarkan UU di atasnya, jika terjadi cacat hukum, maka IMB bisa dicabut, bangunan bisa dibongkar, tower bisa dialihkan.
“Karena itu, kita menunggu dari DPRKPP selama seminggu untuk mengumpulkan dokumen-dokumen. Insyaallah kita panggil lagi setelah kesiapan cek dokumen dari DPRKPP,” tandas dia.
Ditanya soal permintaan warga itu, sebenarnya ganti rugi atau tower dibongkar? Aning menegaskan, pada intinya
warga minta tower itu dibongkar atau diturunkan.
“Kalau ganti ruginya, dari warga tadi masih lihat asuransinya. Karena mereka kan dijanjikan asuransi, besok kita bahas. Karena pihak PT Protelindo membawa dokumen-dokumen untuk asuransi, ” pungkas dia. KBID-BE