KAMPUNGBERITA.ID – Meningkatkan jumlah pasien yang terinfeksi virus corona baik yang berstatus positif, Orang Dalam Pemantauan (OPD) maupun Pasien Dalam Perawatan (PDP) membuat kalangan DPRD Surabaya tergerak mencari solusi penanganan dari sisi anggaran.
Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti menilai, Pemkot Surabaya harus menyiapkan skema jaring pengamanan sosial daeah (JPSD) terutama bagi masyarakat berpengasilan rendah (MBR) dan warga yang terdampak pandemi Covid-19. Menurut politisi PKS tersebut, saat ini Pemkot Surabaya sudah dan tengah berupaya melakukan penanganan dan pencegahan pandemi Covid-19.
”Di samping penguatan pada upaya promotif dan preventif kuratif dan tracing yang saat ini tengah dijalankan, saya mendorong upaya percepatanan penanganan Covid-19 semakin diperkuat dan diperluas,” katanya.
Menurutnya, pandemi Covid-19 telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dia mengatakan, yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemkot Surabaya, yaitu dengan model jaring pengaman sosial daerah, yaitu program perlindungan sosial yang diberikan kepada masyarakat tidak mampu yang terkena dampak bencana wabah Covid-19 yang anggarannya bersumber dari APBD.
Reni menjabarkan, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 440/2622/SJ tertanggal 29 Maret 2020 dalam poin 4 huruf e menyebutkan bahwa dalam hal Pemerintah Daerah melakukan pembatasan sosial yang menyebabkan dampak bagi kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah maka Pemerintah daerah seharusnya menyiapkan program perlindungan sosial diantaranya dengan memberikan bantuan sosial.
”Diantaranya berupa bantuan pangan semisal bahan makanan siap saji dan bahan makanan/ sembako. Adapun penyediaan pangan ini perlu memperhatikan kebutuhan khusus bagi bayi, ibu menyusui, ibu hamil dan lansia,” katanya.
Terkait dengan program perlindungan sosial ini, katanya, langkah awal yang harus segera disiapkan Pemkot adalah melakukan updating data MBR. Saat ini data MBR Surabaya sejumlah 234.460 KK dengan jumlah individu sebanyak 733.600 (data epemuktakhirandata.surabaya.go.id diakses pada tanggal 1 April 2020).
”Data tersebut harus dipastikan merupakan data terkini. Data MBR baru yang beberapa waktu yang lalu didaftarkan oleh RW apakah sudah dilakukan survey atau belum. Saya memperkirakan masih terdapat seribuan data yang belum di survei oleh Pemkot dalam hal ini oleh Dinas Sosial,” katanya.
Menurutnya, proses survei harus disegerakan, dipercepat serta segera diselesaikan. Di samping data MBR, pemkot perlu juga menyisir warga berpenghasilan harian semisal PKL, penjual warkop, penjual di pasar tradisional, driver ojol/taxol dan lainnya yang terdampak pandemi Covid-19.
”Selama hampir 2 pekan saya membuka pengaduan online, diantaranya banyak keluhan masalah ekonomi dari MBR dan warga berpenghasilan harian tadi,” ujarnya.
Upaya pemutahiran data MBR dan penyisiran warga terdampak harus segera dilakukan dan jangan sampai menghambat tidak segeranya program jaring pengaman sosial ini dilaksanakan. ”Updating by doing. Yang sudah terupdate segera dibantu, jika ada susulan selama layak dibantu agar masuk sasaran penerima bantuan,” tegas dia.
Reni menjelaskan, pemutakhiran data MBR menjadi penting agar skema jaring pengaman sosial daerah dan bantuan sosial yang diberikan tepat sasaran. Kemudian dari data yang dimiliki oleh Pemkot Surabaya, perlu dikategorikan kembali MBR yang masuk sebagai penerima manfaat jaring pengaman sosial pemerintah pusat.
”Fakta selama ini bantuan dari pemerintah pusat seperti program KIP, KIS, PKH dan BPNT (dulu raskin/rastra) selama ini tidak mengcover semua MBR se Surabaya, karena Pemerintah Pusat mesti berbagi se nasional, karena itulah pemerintah daerah perlu melengkapi kebijakan pemerintah pusat sesuai kewenangannya,’ urai dia.
Menurutnya, keterbatasan kuota bantuan sosial dari pemerintah pusat harus dilengkapi dengan bantuan sosial dari Pemkot sehingga tidak ada warga Surabaya nantinya yang tidak terpenuhi kebutuhan pangan sehari-harinya saat kondisi bencana wabah corona ini.
Sebab, kata dia, pemutakhiran data MBR dan warga terdampak akan menentukan besaran anggaran yang diperlukan. Anggaran yang dikeluarkan juga harus mempertimbangkan lamanya pembatasan sosial skala besar, misalnya 14 hari atau bahkan satu atau beberapa bulan. Sehingga kemudian alokasi anggaran dan logistik yang diperlukan dalam skema jaring pengaman sosial daerah siap untuk didistribusikan pada masyarakat. ”khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan masyarakat yang terdampak misalnya pekerja harian, masyarakat kemampuan ekonomi keluarganya menurun dan kebutuhan pangannya tidak terpenuhi,” kata Reni.
Anggaran Jaring Pengaman Sosial, ujarnya, bisa bersumber dari APBD melalui revisi anggaran dengan berpedoman pada permendagri 20 tahun 2020 dan SE Mendagri no 440/2622/SJ serta Per UU lainnya yang terkait.
”Revisi anggaran harus dilakukan secara cermat, Adapun yang bisa dialihkan adalah anggaran perjalanan dinas dan program kegiatan yang tidak prioritas dilaksanakan tahun ini diantaranya dari anggaran pembebasan lahan, anggaran infrastruktur serta anggaran pengadaan barang dan jasa,” katanya.
Reni juga menegaskan, UU memberikan mandat kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melindungi rakyatnya. ”Kita berharap progam Jaring pengaman sosial ini akan terlaksana dengan cepat dan tepat. Dan semoga wabah corona segera berakhir,” harap dia. KBID-PAR