KAMPUNGBERITA.ID – Beredar video dari warga yang mengenakan kaos Banteng Ketaton Surabaya menyanyikan yel-yel ‘Hancurkan Risma’. Yel-yel tersebut sebagai bentuk sakit hati dan perlawanan para kader PDI Perjuangan (disebut Banteng) yang menilai Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma, sebagai pemecah belah PDIP.
“Yel-yel yang kami kumandangkan sebagai bentuk rasa kekecewaan kami dari banteng-banteng PDI Perjuangan terhadap kesewenang-wenangnya Risma,” ujar Ketua Banteng Ketaton Surabaya Sri Mulyono Herlambang kepada wartawan di Posko Gotong Royong PDI Perjuangan, Jalan Bulak Banteng Kidul, Surabaya, Jumat (27/11/2020).
Herlambang menegaskan, sikap politik Banteng Ketaton Surabaya di pemilihan wali kota Surabaya 2020 sama yang disampaikan oleh Mas Seno (Kakak kandung Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana) yaitu, melawan Tri Rismaharini, putranya Fuad, serta Eri-Armudji.
“Banteng-banteng Ketaton tidak melakukan perlawanan kepada Ketua Umum dan DPP PDI Perjuangan. Tapi Banteng-Banteng Ketaton melawan terhadap kepentingan Risma, anaknya Risma-Fuad dan paslon Eri-Armudji,” tegasnya.
“Saya tegaskan lagi, Banteng Ketaton tidak ingin menghancurkan secara fisik Kota Surabaya. Kita cinta damai. Surabaya harus aman, damai, maju kotane, makmur wargane. Tapi yang ingin kita hancurkan adalah arogansi Risma dan oligarki politik Bu Risma,” terangnya.
Mantan jurnalis televisi ini menambahkan, Banteng Ketaton Surabaya melakukan perlawanan terhadap Risma, Fuad, Eri, karena ingin menyelematkan partai dan sejarah PDI Perjuangan di Kota Surabaya.
“Karena ada upaya Risma dengan oligarki politiknya untuk menguasai PDI Perjuangan,” tegasnya.
Herlambang juga menegaskan, tidak benar jika ada Kadrun-Kadrun yang menyusup untuk melakukan perlawanan terhadap Tri Rismaharini.
“Tidak ada Kadrun, tidak ada kadal, atau apalah yang diisukan menyusup di Banteng Ketaton. Yang ada adalah, Banteng-Banteng Ketaton melakukan perlawanan terhadap Celeng-Celeng yang ingin merusak sejarah Banteng PDI Perjuangan di Kota Surabaya,” jelasnya.
Sementara itu, tokoh senior PDI Perjuangan yang keanggotannya dipecat oleh DPP PDIP Mat Mochtar menegaskan, Risma berusaha menggunakan anggaran dan perangkatnya di OPD-OPD atau dinas-dinas hingga di tingkat kelurahan, untuk menghalalkan segala cara memenangkan Eri-Armudji, dengan terstruktur, sistematis dan masif.
“Ada petugas Pemadam Kebakaran yang kebetulan Ketua RW yang hanya karena memakai rompi pasangan calon wali kota-wakil wali kota Machfud Arifin-Mujiaman, harus dipecat. Apa maksudnya ini?,” tanya Mat Mochtar.
Ia juga mensinyalir penggunaan kekuatan dinas untuk melayani kepentingan kampanye Eri-Armudji.
“Seperti di Dinas Kebersihan DKRTH yang memasang lampu setelah ada permintaan dari kubunya Eri-Armudji. Ini tidak fair. Bu Risma sebagai wali kota, sebagai pemimpin harus memberikan contoh yang baik kepada anak buahnya. Jangan malah membiarkan anak buahnya ikut terlibat politik aktif,” tegasnya.
Dengan berbagai alasan tersebut, Mat Mochtar maupun Banteng-Banteng Ketaton Surabaya melakukan perlawan arogansi Risma yang ingin memecah belah Kota Surabaya.
“Saya tidak melawan PDIP. Tapi saya melawan arogansi Bu Risma. Bu Risma tidak menghargai Pak Tjip (mendiang tokoh senior PDIP Soetjipto). Tidak menghargai Pak Bambang DH. Risma tidak menghargai Bu Mega (Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri). Justru yang ingin memecah belah adalah Bu Risma,” jelasnya. KBID-DJI