KAMPUNGBERITA.ID – DPRD Kota Surabaya sedang merevisi regulasi pemasangan reklame wajib berbasis kecanggihan teknologi atau digital. Artinya, reklame nanti tidak boleh lagi berbentuk billboard, bando, atau baliho. Semua reklame harus berupa videotron atau megatron.
Raperda yang dibuat Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPP) DPRD Kota Surabaya , terkait perubahan atau revisi Perda No 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame di Surabaya, kini sudah masuk agenda
penyampaian pandangan fraksi-fraksi pada sidang paripurna DPRD Kota Surabaya, Senin (13/9/2021).
Ketua Fraksi Partai Golkar, Arif Fathoni menyatakan, jika penyelenggara reklame selama ini dinilai merebut fasilitas publik.
Lantas apa yang menginspirasi revisi Perda Reklame tersebut? Menurut Toni, panggilan Arif Fathoni, sebenarnya ini mengakselerasikan dengan inovasi Pemkot Surabaya.
“Pemkot kan melakukan inovasi pelayanan dalam hal apapun yang itu berbasis kecanggihan teknologi. Komisi A mendorong industri reklame juga memanfaatkan kecanggihan teknologi tersebut,” ujar Toni.
Menurut dia, sudah puluhan tahun jalan-jalan di Surabaya dipenuhi dengan berbagai jenis reklame konvensional. Dia melihat bahwa Kota Surabaya sebagai kota Smart City dan kota Start Up, serta tempat berkumpulnya para pelaku industri kreatif yang berbasis teknologi informasi, tentu agak aneh jika kemudian manajemen penyelengaraan reklamenya masih memberikan kesempatan kepada jenis reklame konvensional bertebaran di sudut- sudut kota Surabaya.
Untuk itu, Toni berharap pansus ke depan mendorong agar regulasi yang akan muncul membatasi benar jenis reklame konvensional, seperti billboard, bando, baliho dan lain- lain.
“Kita dorong agar seluruh industri reklame ini hanya menggunakan videotron atau megatron sebagai sarana promosi, ” ungkap dia.
Kenapa demikian? Menurut Toni ada dua alasan. Pertama, ini bisa mereduksi anekdot sebagian masyarakat bahwa Surabaya itu hutan reklame.
“Dengan mendorong kearah pengelolaan berbasis teknologi, reklame maupun kebijakannya nanti, Insya Allah perlahan tapi pasti kita akan biasa meminimalisasi anekdot tersebut,” tegas dia.
Kedua, lanjut Toni yang juga anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, kalau kemudian media reklame maupun kebijakannya, bisa memanfaatkan berbasis teknologi,
tentu akan bisa meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Surabaya. Rata-rata PAD reklame per tahunnya Rp 180-190 miliar.
Dengan konten-konten yang menampilkan teknologi informasi seperti videotron atau megatron, maka satu pemilik usaha advertising bisa menampilkan puluhan konten video dalam satu titik.
Lebih jauh, Toni berharap kalau kebijakan dan pengawasannya berbasis teknologi informasi tentu akan meningkatkan retribusi PAD dari potensi PAD yang mungkin saja menguap selama ini.
Mantan jurnalis ini menyebut sepanjang Jalan A Yani hingga Jalan Tunjungan harus bebas dari reklame konvensional tersebut. “Sebagai ibu kota, Surabaya ini kan etalasenya Jatim. Kalau jalan-jalan protokol dipenuhi titik reklame yang saling berhimpitan tentu akan mengurangi estetika kota. Kita lihat Tokyo, Singapura kan rata-rata memanfaatkan gedung bertingkat sebagai media reklame. Kalau sudah begitu, tentu mengurangi trototor yang itu hak pejalan kaki dari proses pemakaian titik reklame, ” tandas dia.
Jika videotron sudah sebagai sarana promosi, maka nantinya Pemkot Surabaya juga tidak boleh menerbitkan SIPR baru untuk billboard, bando dan baliho. Izin reklame nanti hanya diterbitkan untuk videotron atau megatron. KBID-BE