KAMPUNGBERITA.ID-Menjelang kontestasi perebutan kursi Ketua DPC Demokrat Surabaya 2022-2027 mulai memanas. Saling klaim dukungan muncul ke permukaan, bahkan menjadi konflik internal.
Sementara pelaksanaan Musyawarah Cabang (Muscab) DPC Demokrat Surabaya 2022 kabarnya dijadwalkan September 2022. Rencananya akan digelar serentak bersama DPC se-Jawa Timur.
Terhangat, Plt Ketua DPC Demokrat Surabaya Lucy Kurniasari berniat maju dengan dukungan mayoritas sehingga menjadi calon tunggal. Namun, langkah tersebut menemui kerikil tajam karena ada kader lainnya, Herlina Harsono Njoto yang didorong sejumlah DPAC untuk menjadi pesaing Lucy.
Yang membuat geger adalah terkait dukungan dari DPAC. Kedua kubu mengaku mendapat dukungan mayoritas. Herlina didukung 21 DPAC. Sedangkan, Lucy Kurniasari mengklaim mendapat dukungan 29 DPAC.
“Bu Lucy telah mengantongi legalitas dukungan dari 29 DPAC,” kata Sekretaris DPC Partai Demokrat Surabaya, Junaedi, Sabtu (14/5/2022) lalu.
Bahkan, kubu Lucy membawa surat atau dokumen kesepakatan dukungan yang sudah ditandatangani DPAC itu ke notaris. “Yang jelas surat dukungan secara tertulis dan legal telah mengikat kesepakatan dilakukan kedua belah pihak. Jadi tidak bisa tiba-tiba beralih pencalonan dilakukan secara sepihak,” ujar Junaedi.
Hanya saja, harapan Lucy tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Kabarnya, ada 13 DPAC yang berbelok arah dan memberikan dukungan kepada Herlina.
Fenomena ini membuat kubu Lucy panik. Mereka bereaksi keras dengan melayangkan somasi kepada 13 DPAC yang mengalihkan dukungan tersebut.
Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Fahrul Muzaqqi menyoroti gejolak di tubuh internal Demokrat Surabaya terkait konflik dualisme dukungan pada Muscab 2022 mendatang.
Fahrul menyebutkan, polemik perebutan simpati pengurus tingkat kecamatan untuk mendukung calon pemimpinnya adalah hal yang wajar dalam dunia politik. Ini menandakan jika asas demokrasi benar-benar diterapkan.
“Persaingan itu tidak lepas dari konteks konsolidasi Partai Demokrat menuju Pemilu 2024. Jadi bisa dipahami kalau ada langkah-langkah yang dilihat dari luar ini terkadang sangat dinamis sekali. Seperti Lucy yang awalnya didukung oleh 29 DPAC itu ternyata dalam perkembangannya secara dramatis dukungan mrotholi dan beralih ke pesaingnya, Herlina,” ujar Fahrul saat dihubungi melalui seluler, Jumat (20/5/2022).
Memang, kata Fahrul, seiring mencuatnya kabar kubu Lucy bakal mensomasi 13 DPAC karena telah menarik dukungan untuknya, yang kemudian konsekuensinya adalah membuat citra Partai Demokrat kurang elok didengar di luar.
“Penampilannya politik ya seperti itu. Jadi segala sesuatu tidak bisa dipermanenkan. Tidak bisa diputuskan dibawa ke notaris misalkan, enggak bisa seperti itu,” beber Dosen FISIP Unair Surabaya itu.
Berdasarkan kacamata politik, Fahrul menilai langkah Lucy membuat perjanjian kesepakatan dukungan ke notaris adalah langkah yang kurang tepat, apabila berkaca pada sifat politik praktis.
“Mungkin Bu Lucy merasa takut dicurangi begitu, ya. Tapi dibalik itu rasanya politik praktis ya memang seperti itu. Artinya, di sini mungkin antisipasi atau langkah-langkah yang dilakukan Bu Lucy ini saya lihat kurang matang, sehingga dukungannya bisa berpindah ke kompetitornya,” papar dia.
Karena apa? Dia menjelaskan, meminta komitmen agar pilihannya tidak berubah, agar DPAC tetap mendukung dirinya (Lucy), hingga dibawa ke notaris itu rasanya secara politik sebenarnya juga tidak ada jaminan.
“Namanya pilihan politik itu kan hak warga negara. Enggak bisa kemudian dibatasi hanya untuk kepentingan posisi. Memang ada plus minusnya di situ saya melihat,”pungkas Fahrul. KBID-BE