KAMPUNGBERITA.ID-
Keberadaan kabel fiber optik di perempatan Jalan Tembaan-Bubutan yang berserakan di atas trotoar, tidak saja merusak estetika Kota Surabaya, tapi juga membahayakan pejalan kaki.
Sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas, pada pasal 21 ayat 1 disebutkan, bahwa pembangunan jaringan utilitas dilaksanakan di dalam tanah.
Dengan begitu, sudah jelas jika jaringan utilitas kabel fiber optik milik provider itu melanggar perda, dan Pemkot Surabaya harus bertindak tegas
Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni ketika dikonfirmasi meminta kepada Pemkot Surabaya untuk menertibkan jaringan utilitas yang dikerjakan serampangan. Apalagi, kabarnya ada yang menunggak sewa.
“Saya menduga kabel fiber optik itu tidak berizin. Kalau memiliki izin, maka kami meragukan pengawasan yang dilakukan Pemkot Surabaya. Karena setahu saya, kabel fiber optik itu harus ditanam. Jadi jelas itu melanggar perda dan harus ditertibkan, “ujar Toni, Selasa (27/9/2022).
Lebih jauh, Toni mengakui, saat ini perkembangan teknologi informasi begitu pesat. Artinya, kalau Pemkot Surabaya bisa memaksimalkan ini bisa menjadi potensi pendapatan asli daerah (PAD) di sektor teknologi informasi.
Tapi di sisi lain, menurut Toni yang juga ketua DPD Partai Golkar Kota Surabaya ini, secara empiris banyak kabel fiber optik yang berserakan. Ini sebenarnya sangat merusak estetika kota.
Labih dari itu, ternyata ada sejumlah provider yang menggali tanah secara liar atau tak berizin. Bahkan, ada yang menempel kabel-kabel ke akses kampung-kampung secara tak berizin.
“Nah, yang begini-begini ini saya minta pemkot bisa menertibkan sehingga bisa menimbulkan efek jera. Dengan begitu, provider-provider yang akan menjalankan usahanya di Surabaya taat pada aturan. Ketika mereka taat aturan, maka potensi PAD akan meningkat dari sektor sewa aset milik daerah itu, “ungkap dia.
Dia menandaskan, penertiban ini juga untuk melindungi masyarakat dari pandangan tak sedap. Karena ketika kabel-kabel optik tak berizin yang bergelantungan dan berserakan itu ditertibkan, maka itu akan melindungi masyarakat, melindungi keasrian dan keindahan kota Surabaya, serta melindungi dari potensi kecelakaan.
“Karena itu, sekali lagi saya berharap Pemkot Surabaya dalam hal ini Satpol PP melakukan pengecekan ke lapangan dan melakukan penertiban. Ini untuk memberikan efek jera kepada provider atau distributor kabel fiber optik yang lain untuk tidak merusak estetika Kota Surabaya dengan pekerjaan serampangan seperti itu,” tegas dia.
Di tanya perusahaan pemilik kabel fiber optik itu, Toni mengaku belum tahu. Meski demikian, dia menduga itu milik swasta.
“Makanya, pemkot tinggal menelusuri nama perusahaan providernya apa. Kalau yang bersangkutan tidak mau memindahkan sendiri ke dalam tanah, saya berharap Satpol PP menyegel kabel fiber optik di trotoar perempatan Jalan Bubutan-Tembaan tersebut,” tutur dia.
Terkait adanya sejumlah provider yang menunggak sewa, Toni menyatakan, Komisi A sangat menyayangkan jika itu benar. Padahal semua tahu pada masa pandemi Covid-19 lalu hampir semua rumah di Surabaya memasang Wi-Fi. Artinya, warga kan membayar jasa teknologi informasi tersebut.
Ketika masyarakat membayar, lanjut dia, kemudian perusahaan tidak melakukan tertib usaha atau tertib aturan, maka Surabaya akan rugi.
” Komisi A akan minta data-data dari pemkot, berapa provider yang beroperasi di Surabaya dan instalasinya di mana saja? Yang tak berizin saya minta ditertibkan Satpol PP sehingga tak merusak estetika kota dan melindungi masyarakat dari potensi musibah, serta memaksimalkan potensi PAD, ” tutur dia.
Toni mengaku, sejauh ini pihaknya belum melihat Pemkot Surabaya melakukan penertiban jaringan terhadap utilitas bawah tanah yang tak berizin. Karena biasanya pemilik usaha menggali, tapi tidak mengembalikan seperti semula. Itu mungkin yang berizin, tapi ada juga yang tak berizin.
” Komisi A perlu data sebenarnya di bawah tanah itu ada apa saja. Karena kalau kita melihat bocornya pipa PDAM di Puri Surya maupun Gununganyar beberapa bulan lalu, tenyata data yuridis dan data fisik tidak sama. Terjadi pergeseran beberapa sentimeter. Sehingga orang yang dapat izin penggalian bawah tanah, ternyata bisa salah perhitungan,” papar Toni.
Jadi, kata Toni, kondisi objektif bawah tanah harus apa adanya. Jangan sampai ada yang ilegal atau izinnya berada di satu tempat, tapi melintang kemana-mana dalam rangka menyiasati potensi pembayaran sewa ke pemkot. “Makanya, pemkot harus membuat kebijakan baru yang menjadi pondasi ke depan Surabaya lebih baik,”imbuh mantan jurnalis ini.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi meminta pemasangan kabel fiber optik tidak di box culvert yang ada di saluran air. Kenapa demikian? Karena bisa menghambat laju air, utamanya saat musim hujan.
“Kabel fiber optik itu jangan ditaruh di dalamnya box culvert, jadinya semrawut (tak beraturan) di dalamnya,” kata Eri Cahyadi.
Untuk itu, Eri Cahyadi meminta Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Surabaya untuk menyiapkan ducting (tempat penyimpanan kabel optik). KBID-BE