
KAMPUNGBERITA.ID-Jika parpol lain lagi gencar-gencarnya melakukan konsolidasi internal untuk pemenangan Pemilu 2024, tapi DPD Partai Nasional Demokrat (NasDem)Kota Surabaya justru diterpa badai. Delapan pengurusnya mengundurkan diri sebagai wakil ketua bidang.
Kedelapan orang itu adalah, Wendik Arifiyanto (Wakil Ketua Bidang Digital dan Siber), Anugrah Ariyadi (Wakil Ketua Bidang Tenaga Kerja), Srihono Yularko (Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik), Gatot Indarto (Wakil Ketua Bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah), M Choirul Anwar (Wakil Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga), Gunawan (Wakil Ketua Bidang Kehutanan, Agraria, dan Tata Ruang), Tatiek Effendi (Wakil Ketua Bidang Migran), Onny S D Philippus (Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu).
Mereka kecewa dengan kinerja Ketua DPD NasDem Surabaya, Robert Simangunsong yang dinilai tidak mampu menahkodai pengurus di tingkat DPD, DPC (kecamatan), maupun DPRt (kelurahan).
Onny Philippus menegaskan, keputusan delapan kader untuk mundur sebagai pengurus itu sudah bulat. Meski demikian, dia memastikan bahwa mereka tetap kader Partai NasDem.
“Per hari ini, Senin (30/1/2023), kami memutuskan untuk mundur, kalau RS (Robert Simangunsong)masih memimpin sebagai ketua. Meski begitu, kami tetap sebagai kader Partai NasDem,” kepada wartawan, Senin (30/1/2023).
Sebelum memutuskan mengundurkan diri, delapan pengurus yang mulai tak percaya dengan kepemimpinan
Ketua DPD Partai NasDem Surabaya, Robert Simangunsong telah melayangkan surat ke DPP pada 19 Desember 2022. Isinya memohon adanya penggantian jabatan ketua DPD Partai NasDem Surabaya. Lantaran Robert Simangunsong dinilai tidak mampu menahkodai pengurus di tingkat DPD, DPC (kecamatan), maupun DPRt (kelurahan).
Surat tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh DPW Partai NasDem Jatim dengan menggelar rapat pada 16 Januari 2023.
Hasilnya? Tidak ada pergantian ketua.
Namun ada sejumlah catatan yang intinya meminta Robert Simangunsong membenahi pola komunikasi antar pengurus dan memperbaiki kepemimpinan.
“Jadi, keresahan kami ini tidak mengada-ada. Semua ada dasarnya. Kita tidak menghakimi Pak Robert, tapi berdasarkan hasil rapat DPW Jatim. Ya, memang seperti itu bobroknya Partai NasDem Surabaya di bawah kepemimpinan RS,” tandas Onny.
Lebih jauh, Onny menandaskan, delapan pengurus ini menyatakan mundur karena tidak mau menjadi tanggung jawab moral apabila target Partai NasDem Surabaya pada Pemilu 2024 gagal karena masih dipimpin Robert Simangunsong.
Sementara Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Pendidikan Politik, Srihono Yularko lebih menyorot soal penggunaan dana bantuan partai politik (parpol) yang tidak transparan penggunaannya.
Total, banpol Partai NasDem Surabaya pada 2022 sebesar Rp 800 juta lebih. Bahkan, pada 2023 meningkat sekitar Rp1,3 miliar. Namun disampaikan Srihono, bahwa laporan penggunaan dana banpol tidak pernah disampaikan secara rinci.
“Sejak RS menjabat itu sudah kita pertanyakan. Sebenarnya yang menanyakan kader-kader di tingkat DPC dan ranting. Saat itu, kami sebagai pengurus sudah mengingatkan, namun hingga kini penggunaan dana banpol tetap tidak transparan. Pengurus tidak pernah diberitahu penggunaannya secara garis besar, apalagi secara terinci,”ungkap politisi senior Partai NasDem ini.
Selain itu,
Srihono juga mengkritisi struktur dan mesin partai yang tidak optimal. Sampai saat ini, baru 16 DPC yang sudah terbentuk rantingnya. Sedangkan ranting di 15 DPC lainnya belum maksimal.
“Ya, mungkin terbentuk di setiap kecamatan, tapi tidak solid. Kepengurusan di tingkat DPC dan DPRt tidak siap. Kalau kondisinya seperti ini terus, tanpa ada perubahan, maka akan sulit mempertahankan tiga kursi di DPRD Kota Surabaya. Apalagi, memenuhi target 10 kursi, ” tegas dia.
Terkait pengunduran diri delapan pengurus,
Ketua DPD Partai NasDem Surabaya, Robert Simangunsong belum memberikan keterangan resmi. Dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp (WA) belum memberikan respons.
Berikut alasan pengunduran diri delapan pengurus:1. Robert Simangunsong tidak mampu mengkonsolidasi pengurus harian DPD sesuai SK DPP.
2. Tidak terciptanya harmonisasi di struktur DPD.
3. Tidak difungsikannya pengurus DPD sesuai tupoksi personal pengurus, namun lebih pada yang ditunjuk oleh ketua DPD.
4. Ketua DPD NasDem Surabaya tidak mampu membentuk DPRt NasDem se-Kota Surabaya yang dibuktikan secara legalitas.
5. Dana bantuan politik (banpol) tidak pernah dibahas dan dilaporkan pada pengurus harian.
6. Suasana Kantor DPD NasDem Surabaya tidak mencerminkan suasana kantor parpol yang terbuka dan demokratis.
7. Kantor DPD NasDem Kota Surabaya juga tak difungsikan sebagai rumah untuk menampung aspirasi rakyat.
8. Tidak ada rapat-rapat pengurus DPD sesuai AD/ART. KBID-BE