KAMPUNGBERITA.ID – Anggota DPRD Kota Surabaya dari Fraksi Demokrat-NasDem, Imam Syafi’i menilai
peningkatan jumlah kasus Covid-19 di Surabaya mengakibatkan risiko kolapsnya fasilitas layanan kesehatan, karena kurangnya ruang perawatan pasien Covid-19. Selain itu, juga kurangnya tenaga medis.
Tak heran jika rumah sakit di Surabaya tidak mampu menerima pasien Covid-19 lagi, karena penuh.
“Saya punya teman seorang dokter yang menyampaikan bahwa sejumlah rumah sakit tidak hanya penuh, tapi tenaga medisnya juga terpapar Covid- -19,”ujar dia, Rabu (30/6/2021).
Ada rumah sakit pemerintah, kata Imam Syafi’i tanpa mau menyebutkan nama rumah sakit tersebut, banyak pegawainya terpapar Covid-19. Anehnya rumah sakit tersebut tidak bisa ditutup seperti rumah sakit swasta, RS William Booth Surabaya.
Rumah sakit pemerintah itu, kata Imam Syafii, direkturnya kan apa kata kepala Dinas Kesehatan.”Ya, ini ibarat buah simalakama. Kalau rumah sakit tersebut ditutup, tentu pelayanan kepada masyarakat terganggu. Sebaliknya, jika rumah sakit tersebut tetap buka juga rawan karena sebagian besar tenaga medisnya terpapar Covid-19. Ini kan bahaya kalau tak dilockdown,” ungkap dia.
Menurut Imam Syafi’i, pilihannya ya tetap harus menambah tenaga medis lainnya. Pihak rumah sakit harus menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah atau kampus-kampus yang memiliki jurusan medis, seperti sekolah perawat, sekolah bidan, dan mahasiswa kedokteran.
“Saya rasa mereka-mereka ini bisa dilibatkan di tempat-tempat yang tidak terlalu inti dengan pasien Covid-19. Ya, mungkin di wilayah luar-luarnya. Karena ini akan sangat membantu,” tandas dia.
Soal kemungkinan diberlakukannya larangan beraktivitas di luar rumah bagi warga, Imam Syafi’i yang juga anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya ini menandaskan, kalau Pemkot Surabaya mau tegas menerapkan aturan tersebut, maka harus ada ketersediaan bahan makanan yang cukup. Tapi kenyataannya sekarang kan tidak seperti itu.
“Ya mudah- mudahan dulu bukan karena mendekati Pilwali 2020, sehingga semua bantuan sosial berjalan lancar. Tapi begitu Pilwali selesai terus bantuan sembako untuk warga terdampak jadi berkurang. Karena saya banyak menerima laporan warga tak bisa makan, tak bisa menebus ijazah , bahkan sekarang tak dapat BLT lagi. Banyak seperti itu, ” tutur dia.
Sekarang ini, lanjut Imam Syafii, pemkot harus tegas. Namun sikap tegas itu harus diimbangi dengan melakukan intervensi kepada keluarga-keluarga yang dapat penghasilan secara harian.
“Insya Allah dengan SILPA Surabaya yang kemarin masih banyak sebaiknya dianggarkan saja, ” imbuh dia.
Lebih jauh, Imam Syafi’i menjelaskan, selama ini Pemkot Surabaya baru sebatas rencana-rencanan saja tentang masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang jumlahnya 800 ribu dan kemungkinan di masa pendemi Covid- 19 bisa meningkat menjadi satu juta.
Kalau hanya dicatat tapi tak segera diintervensi dalam bentuk bantuan- bantuan sosial, ya percuma saja. ” Saat ini yang paling mendesak adalah bantuan sembako. Yang lain-lain bisa belakangan,” ucap dia.
Kalau warga sudah bisa di rumah saja dengan ketersediaan makanan yang cukup, maka pemerintah bisa bersikap tegas untuk menekan laju pertumbuhan Covid-19 agar tak terus meningkat.
Ditanya soal rencana Pemkot Surabaya menambah tempat isolasi, seperti hotel, Imam Syafi’i menyatakan, sebaiknya rencana tersebut segera direalisasikan. Karena berdasarkan pengalamannya ada pasien yang CT-nya di bawah 30 harus opname. Tapi karena rumah sakit penuh, maka pasien tersebut dirawat di rumah secara mandiri.
“Kalau rumahnya besar untuk isolasi mandiri sih enggak apa-apa. Tapi kalau rumahnya di kampung dan tinggal serumah tanpa sekat, itu yang berbahaya.
Untuk itu, mantan jurnalis ini meminta warga seperti itu diprioritaskan untuk mendapat tempat isolasi dan tempat perawatan di rumah sakit. KBID-BE