KAMPUNGBERITA.ID – Ketidaksengajaan mengantar Agus Hadi Widiarto turut mengungkap kehidupan jutaan tahun silam. Hal tersebut pasca pandangannya mampu menangkap gading gajah purba yang berkamuflase dengan batu karang di pinggiran sungai. Semenjak saat itu, kesehariannya menjadi lekat dengan benda-benda purba sarat sejarah itu.
Di Museum Trinil, beragam benda purba ada di dalamnya. Terdapat juga gambar seekor gajah purba komplet dengan penjelasan masa hidupnya. Selain itu, deretan abjad Agus Hadi Widiarto turut tertera sebagai penemunya. ‘’Memang saya yang menemukan gading Stegodon Trigonochepalus Ivory ini,’’ ucapnya dengan menyebut nama ilmiah gajah purba tersebut.
Agus mengenang, gading tersebut ditemukannya 27 tahun yang lalu. Semenjak saat itu juga, predikat sebagai juru pelihara Museum Trinil, Ngawi resmi tersemat kepadanya. Status sebagai pegawai negeri itu diterimanya langsung dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Mojokerto. ‘’Waktu itu, bertepatan juga dengan peresmian museum ini (Trinil),’’ ungkapnya bangga.
Warga Dusun Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, itu ingat betul kapan menemukan gading gajah berukuran jumbo tersebut. Tepatnya 10 hari menjelang peresmian Museum Trinil, Ngawi, 20 November 1991. Kala itu, Agus yang masih remaja memandang curiga sebuah benda di antara bebatuan di pinggir Bengawan Solo di daerahnya. ‘’Saya dekati, lalu saya yakin bahwa itu adalah gading,’’ ucapnya.
Selanjutnya Agus berangkat menggali bersama ayah dan kakaknya. Bersenjatakan senter, cangkul, dan linggis, ketiganya bahu membahu menggali hingga larut malam. Kerukan demi kerukan tanah berhasil dientaskan. Sesaat setelah gading tampak penuh, ketiganya sempat memandang kagum benda purba temuannya lantaran masih utuh. ‘’Menggali sekenanya saja. Sebisa mungkin gading tidak terkena cangkul,’’ ungkapnya.
Raut ketiganya menjadi cemberut saat mengangkat gading yang telah rampung digali. Bagaimana tidak, benda purba yang mulanya masih kelihatan utuh, patah seketika menjadi beberapa bagian. Dada yang mulanya melebar bangga kontan menciut kecewa. Meski begitu, Agus bersama ayah dan kakaknya tetap membawa pulang apa yang telah didapatnya dengan susah payah. ‘’Dimasukkan karung, kami pikul bergantian,’’ ingat ayah dua anak itu.
Gading Stegodon temuan Agus membuat gempar. Ulah tiga pria sekeluarga itu ramai diperbincangkan masyarakat sekitar. ‘’Cepat sekali menjadi bahan omongan orang-orang, apalagi waktunya berdekatan dengan peresmian museum,’’ kata Agus.
Dia kepikiran untuk memberitahukan temuannya itu langsung kepada arkeolog Museum Trowulan yang menghadiri acara peresmian tersebut. ‘’Namanya Mbak Yeni, sudah almarhum sekarang. Beliau langsung melihat gading setelah saya beri tahu,’’ paparnya.
Antusiasme dan rasa penasaran arkeolog itu terbayar lunas. Temuan Agus diyakini merupakan gading gajah purba. Gading yang telah disusun ulang dan ditempeli kertas diangkut ke Mojokerto. Benar adanya. Temuan Agus dinyatakan sebagai gading Stegodon Trigonochepalus Ivory. Adalah hewan purba yang hidup sekitar 1 – 0,5 juta tahun yang lalu, tepatnya zaman Pleistosen. ‘’Kemudian dikembalikan ke sini lagi dan dipajang sampai sekarang ini,’’ ungkapnya.
Selanjutnya predikat sebagai juru pelihara museum lantas diperolehnya setelah menanggapi tawaran arkeolog (Mbak Yeni) agar membuat lamaran pekerjaan. Bergelut dengan beragam benda purba kini menjadi kesehariannya. Mulai merawat sampai membersihkan kawasan Museum Trinil telah dilakoninya selama 27 tahun belakangan ini. Pengetahuan Agus mengenai benda-benda purba lambat laun terpatri dengan sendirinya.
‘’Semuanya berawal dari gading ini,’’ ucapnya. KBID-NGW