KAMPUNGBERITA.ID-Fasilitas umum (fasum) yang tidak terpakai atau tidak terurus seharusnya kembali lagi menjadi aset Pemkot Surabaya. Hal ini agar dapat digunakan kembali untuk kepentingan umum.
Hal ini disampaikan Ketua RW 04 Dukuh Kupang Barat, Kelurahan Dukuh Kupang, Kecamatan Dukuh Pakis, Jupri usai hearing di Komisi C DPRD Surabaya, Senin (31/7/2023) sore, terkait prasarana sarana utilitas (PSU) yang akan digunakan oleh warga untuk kepentingan umum.
Dia mengatakan, fasum itu dikuasai warga sejak 1980-an dan bangunan hasil swadaya warga. Tapi pada 1990-an ada warga lain yang mengklaim fasum tersebut dan akan melakukan pembangunan. Bahkan, sudah mendatangkan material bangunan.
“Warga yang tanggap bahwa itu lahan fasum, langsung menghalangi upaya tersebut, sehingga tak jadi dibangun,” ungkap dia.
Beberapa tahun kemudian, kata Jupri, ada lagi orang yang mengklaim dan akan membangun fasum tersebut. Hanya saja, wacana itu disampaikan secara lisan saja.
“Tapi setelah melihat lokasi dan tahu itu benar-benar lahan untuk fasum, akhirnya orang itu yang notabene warga kita sendiri, tidak berani membangun. Meski sebelumnya sudah diterbitkan Izin Pemakaian/Pemanfaatan Tanah (IPT) atas nama warga tersebut, “ungkap dia.
Untuk itu, lanjut dia, warga RW 04 berharap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait memastikan bahwa lahan itu benar-benar fasum. Artinya sudah ada kejelasan status lahan tersebut.
“Tidak seperti sekarang ini yang tidak jelas. Sehingga RW pun tidak bisa memanfaatkan lahan tersebut, selain pertanggungjawaban kejelasan itu,” tandas dia.
Karena waktu itu ada TK di situ yang meminta izin operasional ke Pemkot Surabaya mengalami kesulitan karena tak ada IPT di lahan itu.
“Kami merasa lega dari hasil hearing tadi bahwa semua setuju jika itu adalah lahan fasum. Karena berdasarkan perda, jika perpanjangan IPT tak diurus beberapa tahun, akhirnya kembali menjadi aset Pemkot Surabaya, ” tandas dia.
Sementara Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono mengatakan, bahwa PSU atau fasum itu sudah dikuasai warga RW 04 sejak 1980, sebelum adanya Simbada (Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah) dan daftar aset, warga sudah menggunakan fasum tersebut.
“Karena ada lahan kosong yang dianggap milik pemkot, maka dimanfaatkan warga beraktivitas. Bahkan, dibangun fasilitas oleh pemkot, termasuk balai RW yang progresnya masih 75 persen,” beber Baktiono.
Namun demikian, kata politisi senior PDI-P ini, warga RW 04 khawatir, karena ada warga lain di daerah itu yang mengklaim telah memiliki IPT terkait fasum tersebut. Tapi masa berlakunya berakhir sejak 19 Maret 2002.
Sesuai Perda Nomor 3 Tahun 2016 pasal 10, bahwa IPT dapat berakhir apabila pemegang IPT tidak memperpanjang IPT sesuai dengan ketentuan.
“Jadi sesuai Perda Barang Milik Daerah IPT itu akan dicabut walau sudah berakhir tanggal, bulan, dan tahun, “terang dia.
Fasum tersebut bisa dimanfaatkan oleh warga, tapi ada syaratnya. Yakni, warga harus mengajukan lahan itu ke camat untuk dijadikan PSU atau fasum dan fasos, seperti lapangan olahraga, balai RW, PAUD akan dilaksanakan di sana.
Anggota Komisi C, Endy Suhadi menambahkan, hearing ini menindaklanjuti pengaduan warga soal PSU yang dimiliki warga RW 04.
“Saya dapat laporan, jika di lahan ada progres pembangunan balai RW yang mangkrak. Termasuk sekolah PAUD yang proses belajar mengajarnya di luar ruangan hingga berbulan-bulan, “ucap dia.
“Menurut informasi, ada teman-teman dari DPRKPP yang tidak menyelesaikan pembangunan balai RW tersebut yang masih kurang pemasangan keramik dan kusen, ” tandas Endy.
Saat berdiskusi di situ, lanjut politisi Partai Gerindra ini, akhirnya berkembang permasalahannya terkait lahan tersebut. Ada empat persil, dua di antaranya dijadikan balai RW dan musala. Sedangkan dua persil lainnya jadi lapangan basket.
Tapi warga RW 04 menjadi resah karena ada warga lain yang mengaku memiliki IPT di lahan tersebut dan ini butuh penyelesaian.
“Karena lahan tersebut sudah lama dipergunakan sebagai fasum untuk warga RW 04. Bahkan, sering dipergunakan untuk kegiatan kemasyarakatan. Jadi kegiatan apa saja ditempatkan di situ,” kata dia.
Endy menambahkan, beberapa bulan lalu ada permasalahan, ketika ada warga pemegang IPT akan membangun di lahan fasum itu. Tidak hanya warga RW 04 yang resah, tapi juga pengurus RT dan RW. Kemudian Endy memfasilitasi untuk lapor ke Komisi C guna diselesaikan dengan OPD terkait. Karena bagaimanapun lahan itu milik Pemkot Surabaya.
“Jadi nantinya IPT dicabut karena tak diperpanjang. Apalagi beberapa tahun tak ada progres memperpanjang IPT itu.
Sesuai kesepakatan bersama di Komisi C, baik warga sendiri dan tokoh masyarakat menginginkan bahwa lahan tersebut tetap menjadi fasilitas umum untuk kepentingan seluruh warga RW 04 yang memiliki empat RT, ” pungkas dia. KBID-BE