
KAMPUNGBERITA.ID-Saat ini, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Kesempatan yang para perempuan miliki saat ini tentunya tidak terlepas dari perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini.
Hal itu pula yang seharusnya bisa menjadi pemicu semangat perempuan di masa kini. Seperti yang diutarakan politisi perempuan Partai Golkar Pertiwi Ayu Krishna.
Karena itu, Ayu mengajak seluruh perempuan meneladani perjuangan Kartini. Hal ini penting dilakukan karena berkat jasanya saat ini banyak perempuan yang bisa berkarir di berbagai bidang dan ikut berjuang untuk keluarganya. “Berkat jasa Kartini pula maka banyak perempuan yang saat ini bisa menjadi profesor, dosen, politikus, bahkan seorang direktur, ” ujar Ayu, Kamis (21/4/2022).
Dia menjelaskan, zaman sekarang perempuan telah memiliki kesempatan yang sama seperti laki-laki. Bahkan, peluangnya juga telah dibuka sangat lebar dimana perempuan berhak berkarya di segala bidang, termasuk politik. Apalagi, isu gender bukan lagi menjadi masalah utama.
“Saat ini sudah tidak ada isu gender, tapi tinggal bagaimana perempuan bisa lebih memanfaatkan kesempatan yang telah dibukakan bagi para perempuan,” ungkap dia.
Lebih jauh, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya mengatakan, jika bicara soal Kartini, konotasinya kan emansipasi. Banyak orang mengatakan bahwa emansipasi itu gender. Gender seperti apa? Gender itu artinya seseorang tidak hanya bisa mengurus rumah tangga atau harus mengandung (hamil), tidak seperti itu. Seorang perempuan di sini semua bisa diurus. Laki-laki itu tanggung jawab dan kewajibannya untuk membiayai dan menafkahi.
Jadi, lanjut dia, seorang perempuan itu bisa dobel gardan. Ini artinya luas sekali. Hamil, melahirkan dan mendidik anak itu juga tanggungjawab ibu dan juga bapak. Kalau bapaknya menghamili saja dan tidak bertanggungjawab itu juga tidak benar. Sampai sekolah tinggi yang harus bertanggungjawab bersama.
“Itu artinya gender. Jadi gender itu bukan pemisahan antara tanggungjawab dan hak masing-masing antara perempuan dan laki laki. Makanya, mindsetnya harus kita ubah dulu,” ungkap dia.
Seperti dalam buku RA Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Dahulu kala yang namanya perempuan itu konotasinya selalu hanya melahirkan dan membesarkan anak. Sekarang tidak demikian. Mendidik juga tanggungjawab laki-laki, cari nafkah tanggungjawab laki laki dan perempuan juga bisa.
Ayu menilai emansipasi sekarang sudah bagus. Tapi kadang kebablasan. Tapi kebablasannya jangan sampai seperti reformasi. “Tetap harus ada tatanan perempuan itu seperti apa kodratnya. Jadi kodratnya saja yang berbeda. “Ini laki laki, ini perempuan, tapi semua gerak geriknya itu harus sepadan,” jelas dia.
Ditanya kuota 30 persen perempuan di bidang politik, Ayu mengaku sudah tercapai. Ia mencontohkan di DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024, di mana dari 50 anggota dewan yang perempuan mencapai 35 persen. Bahkan, pada periode mendatang, Ayu memprediksi bisa mencapai 50 persen.
“Bahkan, tak menutup kemungkinan terbalik, yang perempuan menjadi 60 persen,” tambah dia.
Apa kiprah perempuan sudah mewarnai di DPRD Surabaya? Ayu menegaskan sangat mewarnai sekali. Bahkan, banyak yang menempati posisi penting di Gedung Yos Sudarso. Misalnya, Reni Astuti (Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya), Laila Mufidah (Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya), Pertiwi Ayu Krishna (Ketua Komisi A), Lutfiyah (Ketua Komisi B), Khusnul Khotimah (Ketua Komisi D). “Jadi kiprah perempuan sangat mewarnai sekali. Tapi semua tergantung niatnya menjadi anggota dewan itu seperti apa. Kalau niatnya menjadi wakil rakyat, ya bisa menyuarakan aspirasi perempuan. Dan perempuan itu kan bisa berpikir macam-macam, seperti yang saya bilang tadi, dobel gardan,” pungkas dia. KBID-BE