
KAMPUNGBERITA.ID – Aktivitas magma Gunung Agung terus bergerak naik menuju ke permukaan. Berdasarkan pantauan pada Minggu (24/9), aktivitas magma berada pada kedalaman 1-2 km di bawah puncak gunung. Pergerakan naik magma ini ditandai dengan makin meningkatnya intensitas gempa vulkanik dangkal.
“Kegempaan dalam mengalami pelambatan, tapi gempa dangkal meningkat perlahan, artinya sumber letusan makin dangkal,” kata Gede Suantika, kepala bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG.
Dari pantauan di pos jaga juga mencatat sering terjadinya gempa tektonik lokal dengan skala besar di sekitar Gunung Agung. Bahkan mencapai 3,5 magnitudo.
Sejak pukul 00.00-12.00 Wita tercatat 332 kali gempa vulkanik dalam, 211 kali vulkanik dangkal dan 43 kali grmpa tektonik lokal.
Mengenai kemungkinan erupsi tidak bisa dipastikan kapan terjadi. Bahkan kemungkinan untuk menurunkan status juga bisa terjadi.
“Tidak bisa dipastikan kapan, tergantung aktivitas kegempaan,” kata Suantika.
Selain aktivitas kegempaan, dari pemantauan juga menunjukan adanya asap putih solfatara di puncak Gunung Agung. Kemunculan asap putih ini terlihat dari sejumlah tempat. Baik dari pos pemantau maupun dari sisi utara gunung.
“Secara visual terlihat asap putih setinggi 200 meter di puncak gunung,” ujarnya.
Gede Suantika mengatakan aktivitas magma berada pada jarak 1-2 km di bawah puncak Gunung Agung.
Meski demikian aktivitas Gunung Agung tidak dapat diperkirakan, bahkan penurunan status juga dimungkinkan
“”Tidak bisa dipastikan kapan, tergantung aktivitas kegempaan,” jelas Suantika.
Selain aktivitas kegempaan, dari pemantauan juga menunjukan adanya asap putih solfatara di puncak Gunung Agung. “Secara visual terlihat asap putih setinggi 200 meter di puncak gunung,” ujarnya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi PVMBG telah menetapkan status awas (level IV) untuk Gunung Agung.
Peningkatan status Gunung Agung menyebabkan peningkatan gelombang pengungsi dari desa-desa sekitarnya, sementara sejumlah desa yang berada di radius kurang dari 5 km puncak Gunung Agung telah dikosongkan.
Jumlah pengungsi yang berasal dari daerah sekitar Gunung Agung mencapai lebih dari 15.000 orang.
Di sisi lain, Gunung Agung memiliki indeks letusan atau Volcanic Explosivity Index (VEI) di angka dua sampai lima.
Saat meletus tahun 1963 punya indeks lima, sehingga kekuatan letusan Gunung Agung 10 kali lipat dari letusan Gunung Merapi pada tahun 2010.
Hal itu dikatakan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, saat rapat koordinasi tanggap darurat di Kantor Bupati Karangasem, Sabtu (23/9).
“Kami berkaca pada saat letusan tahun 1963. Gunung Agung itu punya indeks lima. Dan tahun 1963 Gunung Agung erupsi itu 10 kalinya dari letusan Gunung Merapi,” ungkap Kasbani.
Volcanic Explosivity Index (VEI) atau indeks letusan gunung api adalah skala yang digunakan untuk mengukur kekuatan letusan gunung api.
Indeks yang pertama kali diciptakan di Smithsonian Institution, Washington D. C ini didasarkan pada dua hal, yaitu jumlah material yang dilontarkan atau dilepas saat letusan, dan ketinggian lontaran material tersebut ke atmosfer.
Ini adalah skala logaritmik, yang berarti bahwa setiap langkah perubahan merupakan urutan besarnya (atau 10 kali) meningkat selama langkah sebelumnya dalam hal amplitudo diukur.
Di Indonesia, Gunung Tambora (NTB) memiliki indeks terbesar yakni tujuh, disusul Gunung Krakatau (6), Gunung Agung (5), dan Gunung Merapi (4).
“Jadi dari empat ke lima itu selisih 10 kali. Tapi kita berharap bila meletus nanti, VEI Gunung Agung antara tiga sampai empat,” terang Kasbani.
Kasbani menambahkan, jika Gunung Agung meletus, kecepatan awan panas harus diantisipasi. Sesuai rekomendasi yang dikeluarkan, tidak boleh ada aktivitas di radius 9 hingga 12 kilometer dari kawah Gunung Agung.
Hal lainnya yang harus diwaspadai adanya lahar dingin. Biasanya material akan turun setelah adanya dorongan air dari atas misalnya setelah hujan.
“Material ke bawah akan timbul belakangan setelah terjadi erupsi,” ujar pria yang menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi di ITB Bandung dan S2 di Selandia Baru ini.
Namun ia mengaku belum mengetahui kapan erupsi terjadi. Yang pasti aktivitas kegempaan masih tinggi.
“Ibaratnya Gunung Agung ini seperti manusia, jantungnya dia sudah berdegup kencang. Kalau waktunya itu kapan kami tidak tahu. Tapi yang pasti aktivitas kegempaan saat ini cukup tinggi, sehingga kami menetapkan status Awas,” jelasnya.KBID-BLI