
KAMPUNGBERITA.ID-Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim telah melakukan antisipasi kekeringan ekstrem serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Jatim, saat memasuki musim kemarau ini.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim, Budi Santosa mengungkapkan, berdasarkan data, diperkirakan ada 622 desa dari 23 kabupaten/ kota di Jatim yang terancam mengalami kekeringan ekstrem.
“Kita sudah siap. Dari kita sendiri untuk dropping air bersih. Kita siapkan tandon sama jerigen,” ujarnya, usai membuka Rapat Koordinasi (Rakor) antisipasi Kekeringan dan Karhutla, Selasa (30/8/2022).
BPBD Jatim juga melakukan koordinasi dan kerja sama dengan PU Pengairan, yang mana akan menyiapkan perpipaan, sumur bor, serta pembuatan embung. Sasarannya lebih kepada daerah yang darurat kekeringan ekstrem.
“Ini ada lima atau delapan dari bupati/wali kota yang ada, sudah minta dropping air bersih, karena sudah ada SK tanggap darurat,” jelas dia.
Kemudian untuk kebakaran, Budi menyampaikan, sudah terpetakan dimana lebih dari satu juta hektare hutan dan lahan di Jatim terancam bencana kebakaran. Dimana paling banyak berada di kawasan Bondowoso dan Situbondo.
“Dan kebakaran itu faktor manusia, bukan faktor alam. Faktor alam itu hanya nol koma. Ditambah juga ada yang mengatakan 100 persen itu faktor manusia,” tandas dia.
Budi merinci, kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia, di antaranya karena keteledoran dan kelalaian pendaki- pendaki, ada juga pengalihan isu sengaja dibakar, dan ada juga kesengajaan.
“Nah ini dari Polda (Jatim) sendiri, orientasi kepada penegakan hukum yang ada, memang harus ada proses itu,” tutur dia
Kepada masyarakat, Budi menyampaikan, bahwa BPBD Jatim terus menekankan upaya preventif atau pencegahan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi maupun Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, di antaranya dengan tindakan “tandur”.
“Teman teman BPBD, itu kurang melibatkan masyarakat, misalnya. Bagaimana antusias dari pada kearifan lokal, peran masyarakat,” ungkap dia.
Menurut dia, gerakan menanam pohon, bisa dilakukan kapanpun, tanpa melihat musim, baik musim kemarau atau musim hujan. Namun yang perlu dilihat adalah bibit tanaman yang akan ditandur, menurut Budi, harus melihat karakter daerahnya.
“Kita tanduri tanaman tegakkan, atau tanaman yang diminta masyarakat produktif apa. Atau yang diminta tegak tegakkan itu. Di daerah pinggir sungai, masyarakat sudah aktif pakai tanaman yang produktif,” pungkas dia. KBID-KBRN/BE