KampungBerita.id
Headline Surabaya Teranyar

Anggaran Trem Surabaya Rp 18 Miliar Misterius, Awey: Jangan Ada Barter Proyek!

Kondisi bekas depo trem di Joyoboyo yang banyak dimanfaatkan warga untuk parkir mobil

KAMPUNGBERITA.ID – Munculnya anggaran untuk proyek pembangunan trem dalam PAK ABPD 2017 sebesar Rp 18 miliar, terus menuai polemik. Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Vinsensius mengatakan, munculnya anggaran cukup misterius. Sebab, kata politisi NasDem ini, dalam rapat-rapat sebelumnya tidak ada rencana penambahan anggaran untuk proyek.

Awey, sapaan akrab Vinsensius mengatakan, jangan sampai munculnya anggaran Rp 18 miliar sebagai kompensasi proyek-proyek lain yang sengaja ‘diselundupkan’. “Kalau itu terjadi, kita bongkar, biar tidak terjadi masalah di kemudian hari,” katanya, Selasa (17/10).

Indikasi adanya ‘barter’ proyek dengan memaksakan anggaran ini masuk, menurut Awey, cukup beralasan dan masuk akal. Sebab, katanya, merujuk pada perjanjian kerjasama antara Kementrian Perhubungan, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan Pemkot Surabaya yang ditandatangani tanggal 23 September 2015, hingga kini belum dicabut.

Dalam perjanjian, tutur dia, disepakati ada pembagian tugas dan wewenang dalam pembangunan moda
transportasi cepat berupa trem. Informasi ini didapat Komisi C DPRD Surabaya saat melakukan kunjungan kerja ke Direktorat Kereta Api, Kementerian Perhubungan, Jumat (13/10).

Dari situ pula didapat bahwa Kemenhub masih mengalokasikan anggaran untuk pembangunan depo maupun reaktifasi jalur trem sekitar Rp 30 M. “Awalnya Rp 100 M, tapi kemudian terserap untuk lainnya, tinggal Rp 30 M,” terangnya.

Itu artinya, akan ada dobel anggaran. Selain dari Kemenhub juga dari APBD Pemkot Surabaya. Belakangan, Pemkot beralasan dana Rp 18 miliar itu sebagai dana cadangan. Namun, Awey mempertanyakan alasan pemkot mengalokasikan anggaran Rp 18 M sebagai dana cadangan sewa lahan, sebagai antisipasi jika PT KAI membatalkan perjanjian kerjasama pengoperasian trem.

“Kalau kerjasamanya belum dicabut, maka tak ada sewa. Ini seakan-akan mendahului keputusan yang ada,” tuturnya.

Dia menyatakan, dalam nota keuangan APBD tak ada nomenklatur dana cadangan. Menurutnya, yang ada adalah belanja kegiatan. “Jika tidak dibelanjakan akan jadi silpa. kemudian serapannya rendah,” tegas Awey.

Awey mengakui, mekanisme pembahasan anggaran Rp 18 M untuk sewa lahan langsung disampaikan
pemerintah kota dalam Badan Anggaran DPRD Surabaya bisa dilakukan. Namun, mekanisme itu menurutnya kurang etis, karena terkesan tidak terencana dengan baik dan sifatnya mendadak.

“Tanpa melalui KUAPPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara). Saat di Komisi C, Dishub juga gak pernah nyinggung dana itu sama sekali,” tandasnya.

Awey menyampaikan, Komisi C sebenarnya tak ingin berpolemik. Sikap kritis kalangan dewan ini dilakukan sebagai bagian tugas dan fungsinya melakukan pengawasan. Karena, kalangan dewan khawatir masalah dana cadangan Rp. 18 M berdampak hukum di kemudian hari. Karena sudah menjadi keputusan bersama antara pemerintah kota dan DPRD. “Lebih baik telat menyadarinya, dari pada dikemudian hari bermasalah,” tuturnya.

Awey menegaskan, Komisi C tidak bermaksud menghalangi rencana Pemerintah Kota Surabaya dalam menghadirkan Angkutan Massal Cepat (AMC). Justru, pihaknya mendorong pembangunannya agar segera mungkin terealisasi di kota Surabaya. Hanya, kalangan dewan menginginkan semuanya dapat berjalan sesuai ketentuan yang ada.

”Pokoknya jangan sampai-lah ada upaya barter proyek atau barter anggaran dan lain sebagainya,” katanya.

Dia juga menegaskan, apabila ujung-ujungnya dana Rp 18 miliar dimanfaatkan untuk pembebasan lahan PT KAI, itu sama sekali tidak bisa dibenarkan. Pembangunan moda transportasi cepat “trem” di Kota Surabaya terkendala pendirian depo di sekitar Joyoboyo.

Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Camelia Habibah sendiri mengungkapkan, pembangunan trem masih terkendala pendirian depo di sekitar Joyoboyo yang kini banyak dihuni masyarakat.

Menurutnya, isi perjanjian kerjasama antara Pemkot Surabaya, PT KAI dan kementrian Perhubungan dalam merealisasikan Angkutan Massal Cepat, Trem adalah pemerintah kota sebagai penyedia lahan, pembangunan menggunakan dana APBD dan operasional berada di kewenangan PT KAI. Namun, karena sebagian lahan yang akan dimanfaatkan sebagai Depo Trem ditempati warga. Maka, pemerintah pusat meminta pemerintah kota untuk menertibkannya. “Ini dilematis, karena pemkot tak bisa menertibkannya,” terangnya.

Habibah, mengatakan, penertiban tak bisa dilakukan pemerintah kota, karena bukan aset daerah. Menurutnya, karena lahan tersebut milik PT KAI, maka penertiban rumah warga yang tinggal di kawasan itu harusnya menjadi kewenangan PT KAI. Politisi PKB ini menyebutkan, jumlah rumah warga yang ada di sekitar depo Joyoboyo sebanyak 426 unit. “Jika pemkot tertibkan, akan diugugat warga, karena bukan miliknya,” katanya.KBID-NAK

Related posts

Musrenbang Dinilai Mbulet, Cak Sam: Warga Sambut Antusias Program untuk RT Rp 150 Juta Per Tahun

RedaksiKBID

Bojonegoro Bersalawat Bareng Habib Syech Banser Tugaskan 9 Satkoryon

RedaksiKBID

Ratusan Ibu-Ibu Jemaah Pengajian Doakan Golkar Menang di Pemilu 2024

RedaksiKBID