KampungBerita.id
Kampung Raya Surabaya Teranyar

Dilema Penetapan Target APBD 2024, Antara Mempertahankan Nama Baik Pemkot Surabaya atau Menolong Masyarakat

Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, AH THony.@KBiD-2023.

KAMPUNGBERITA.ID-Finalisasi pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surabaya 2024, Jumat (4/8/2023) lalu, akhirnya mematok target pendapatan hanya Rp 10,6 triliun. Jika dibandingkan target sebelumnya (2023) sebesar Rp 11, 3 triliun, berarti mengalami penurunan.

Parahnya, hampir semua sektor pendapatan pajak daerah, mulai pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak bumi dan bangunan (PBB) dan lain-lain, semua ngedrop. Tak heran, dalam pembahasan APBD 2024 berjalan alot dan panas. Ini karena Tim Anggaran Pemkot Surabaya dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya bersikukuh pada pendapat masing-masing.

Pada hari pertama pembahasan APBD 2024 yang berlangsung secara tertutup, Pemkot Surabaya menulis target pendapatan Rp 10,4 triliun.

Setelah dibahas bersama, pada hari kedua target pendapatan APBD 2024 diubah, dinormalisasi, dan potensi-potensinya dikembalikan, sehingga menjadi Rp 10,7 triliun.

Namun pada hari ketiga atau finalisasi pembahasan APBD 2024, ternyata target pendapatan justru turun menjadi Rp 10,6 triliun. Jumlah ini sudah mentok dan tak bisa dinaikkan lagi. Ini merupakan hasil rapat koordinasi (rakor) terbatas Ketua Tim Anggaran Pemkot Surabaya, Iksan dengan Wali Kota Eri Cahyadi.

Terkait menurunnya target APBD 2024 ini, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, AH Thony angkat bicara.Menurut dia, penurunan target ini karena Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Surabaya dan Tim Anggaran Pemkot Surabaya bercermin dari hasil pendapatan yang diperoleh Pemkot Surabaya pada 2023.

Melihat tren yang berjalan pada 2021,2022, dan 2023, ini kan jadi sebuah acuan. “Kalau 2020 kan terjadi penurunan drastis. Penyebabnya karena ekonomi shock akibat Covid-19,” ujar dia belum lama ini.

Pada masa pemulihan ekonomi 2022, APBD Kota Surabaya ditetapkan Rp 10, 3 triliun, kemudian 2023 ditingkatkan menjadi Rp 11,3 triliun. Pada penetapan target 2024 mengalami penurunan lagi karena pada 2023 kekuatan Kota Surabaya belum bisa naik.

Dalam analisa ekonomi yang dilakukan DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya, terang AH Thony memungkinkan APBD 2024 dinaikkan. Namun persoalannya akan memberikan beban yang tinggi kepada masyarakat.

“Kalau sekadar APBD naik…naik…naik, itu enggak begitu sulit. Tapi kan lagi-lagi sumbernya pemkot dapat uang kan jelas, ya hanya dari retribusi dan pajak. Karena tak ada sumber lain, misalnya dari lotere,”ungkap dia.

Kemarin itu, terjadi penurunan dan target 2023 tak tercapai, diakui AH Thony disebabkan karena faktor masyarakat masih banyak yang menunggak pajak bumi dan bangunan (PBB). Kemudian ditracking atau dilacak lagi kenapa masyarakat menunggak PBB? Ternyata, masyarakat dihadapkan pada persoalan masih kesulitan ekonomi.

“Mereka (masyarakat) mengatakan akan membayar PBB, tapi tak bisa beli beras. Sebaliknya, kalau bisa beli beras, maka tak bisa membayar PBB. Yang paling urgent mana? Skala prioritas masyarakat ternyata memilih pembelian beras,”tutur dia.

Dengan kondisi seperti ini, kata legislator Partai Gerindra, DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya harus menangkap secara lebih humanis, bahwa kebutuhan masyarakat Surabaya banyak pada tingkat itu (beli beras). Pilihan antara membayar PBB dan kebutuhan harian,” tandas dia.

Akhirnya, lanjut dia, Banggar DPRD Kota Surabaya dan Tim Anggaran Pemkot Surabaya tidak menaikkan target APBD 2024, bahkan cenderung menurun dari tahun sebelumnya. Semua ini, menurut AH Thony, tujuannya agar capaian APBD bisa direalisasi secara lebih konkret, yang dirumuskan berapa dan yang bisa dicapai berapa. Tidak ada satu jarak yang jauh.

Kalau itu (target) itu tak tercapai, jelas AH Thony, akhirnya nanti ada kesan DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya gagal dalam melakukan perencanaan. Ini jelas bisa menurunkan legitimasi seolah-olah DPRD Kota Surabaya dan Pemkot Surabaya tidak bisa membaca situasi dengan tepat.

Kalau target tak diturunkan, jelas AH Thony, justru akan membebani masyarakat.
“Ini kan pilihan sulit. Apakah kita mempertahankan nama baik atau menolong masyarakat. Masak sih kita hanya ingin Surabaya kuat, tapi masyarakatnya susah. Dewan dan Pemkot Surabaya tak mau mendapat apresiasi APBD tercapai, APBD naik, tapi di sisi lain masyarakat susah. Kan enggak mungkin seperti itu,”ujar dia.

Pada 2023,  kata AH Thony, Pemkot Surabaya mencoba membuat treatment ekonomi dengan mengalokasikan anggaran Rp 3 triliun untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Namun, pihaknya menyadari memberi alokasi itu kan tidak serta merta tumbuh. Lantaran bentuk bantuan itu kan macam-macam. Ada yang diberikan dalam bentuk relaksasi retribusi, ada yang dialokasikan dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana (sarpras), atau juga untuk kegiatan yang sifatnya produktif masyarakat, kegiatannya dengan ketahanan pangan. Semua itu memutarnya pun pada lingkaran masyarakat yang tidak berimplikasi langsung dengan kekuatan APBD. Ini hanya sekadar untuk mengurangi kemiskinan dan mengurangi kebutuhan masyarakat akan kebutuhan harian. Artinya mereka harus bersyukur sudah bisa hidup sampai tahun sekian ini dengan anggaran Rp 3 triliun.
“Ini sebagai bentuk perlindungan kita terhadap masyarakat,” tegas dia.

Saat pandemi Covid-19 telah berakhir, kata dia, semua anggaran di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Surabaya direfocusing untuk pemulihan ekonomi, sehingga saat ini kondisi keuangan Pemkot Surabaya jika dibanding sebelum Covid-19 tidak sedang baik-baik saja. Ini pasti, karena ekonomi lagi shock akibat Covid-19.

Untuk recovery, dijelaskan AH Thony, harus menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, tidak boleh emosional, tak boleh ego pemerintahan harus dinaikkan agar Surabaya ini tampak The Best.

“Kalau kemarin…kemarin…kita kan mengejar Surabaya ter… Tapi sekarang enggaklah. Kita harus berpikir rasional,”tegas dia.

AH Thony menyampaikan, DPRD dan Pemkot Surabaya mencari tingkat equlibrium dinamis
antara kekuatan masyarakat dengan pendapatan yang seharusnya bisa didapatkan Pemkot Surabaya dalam rangka pembangunan.

“Jadi kekuatan masyarakat dan pendapatan pemkot harus
berjalan secara harmonis dan juga berimbang, serta memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, ” ucap dia.

Lebih dari itu, AH Thony menyampaikan masyarakat itu ibarat sapi perah. Kalau mereka itu kondisinya kurus terus diperah, maka akan sakit. Tapi sebaliknya, kalau sapi itu bisa gemuk, diperah susunya banyak pun akan senang hati. Kemudian ini menjadi sebuah bentuk partispasi kontribusi legitimasi mereka terhadap sistem pemerintahan di Kota Surabaya lebih baik menurut kalkulasi-kalkulasi,” pungkas dia. KBID-BE

Related posts

Liburan Nataru, KAI Daop 8 Surabaya Sediakan 455.570 Tempat Duduk

RedaksiKBID

Ning Ita Support Bagas Maju di Seleksi Pemuda Pelopor Tingkat Nasional

RedaksiKBID

Gandeng Bekraf, Moka Space Kembangkan Ekonomi Kreatif Berbasis Komunitas

RedaksiKBID