
KAMPUNGBERITA.ID – Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja di Bali. Salah satunya adalah mengunjungi Posko Utama Penanggulangan Bencana Gunung Agung di Dermaga Tanah Ampo, Karangasem.
Selain itu, Jokowi juga melihat langsung nestapa para pengungsi. Salah satu lokasinya yakni pos pengungsi di GOR Swecapura yang terletak di Kabupaten Klungkung.
Sebelumnya, Jokowi juga melakukan serangkaian kegiatan di Nusa Dua dan Kabupaten Buleleng. Orang nomor satu di Indonesia itu menggunakan alat transportasi helikopter untuk kegiatannya tersebut.
Kunjungan kerja Jokowi di Bali disambut gempa dengan kekuatan 4,2 Skala Richter. Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa yang terjadi pukul 15.27 WITA itu berlokasi ? di 8,33 Lintang Selatan dan 115,48 Bujur Timur (empat kilometer Barat Laut Karangasem), dengan kedalaman lima kilometer.
Gempa tersebut dirasakan sejumlah warga hampir merata di seluruh Bali. Tak hanya di Karangasem, warga di Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan, Bangli dan Buleleng juga merasakan getaran gempa yang cukup kuat.
Sekitar pukul 17.50 Wita, Jokowi tiba di pengungsian dengan didampingi istrinya Iriana Joko Widodo, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa, serta Menteri Pendidikan Muhadjir Efendi.
Saat tiba di pengungsian, Jokowi langsung disambut oleh Bupati Klungkung, dan ribuan pengungsi. Presiden pun menyempatkan diri untuk bersalaman dan berbincang-bincang dengan pengungsi.
“Punya sapi berapa pak? Katanya dijual murah” tanya Jokowi ke salah satu pengungsi.
Jokowi dan Iriana lalu membagikan logistik untuk para pengungsi berupa buku tulis hingga pakaian. Setelah mendapatkan bantuan dari Jokowi, sejumlah pengungsi kemudian berebut salaman dan berfoto dengan orang nomor satu di Indonesia itu.
“Dalam menangani bencana letusan gunung api tidaklah mudah karena tidak ada kepastian kapan akan meletus atau bahkan jadi meletus atau tidak. Kita juga belum dapat memprediksi dengan akurat kapan persisnya dan seberapa besar intensitasnya,” kata Jokowi sebelum meninggalkan lokasi pada pukul 18.40 WITa.
Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jumlah pengungsi Gunung Agung di Bali terus bertambah.
Sutopo menjelaskan, hingga Selasa (26/9/2017) pukul 12.00 Wita, jumlah pengungsi yang tercatat di Pusdalops BPBD Bali mencapai 75.673 jiwa. Pengungsi ini tersebar di 377 titik pengungsian di 9 kabupaten/kota di Bali.
“Diperkirakan data jumlah pengungsi masih bertambah karena pendataan masih terus dilakukan,” ujar Sutopo.
Berdasarkan sebaran pengungsi di kabupaten/kota, sebanyak 756 pengungsi berada di 9 titik pengungsian di Kabupaten Badung. Lalu Kabupaten Bangli 29 titik (4.890 jiwa), Kabupaten Buleleng 24 titik (8.518 jiwa), dan Kota Denpasar 27 titik (2.539 jiwa).
Kemudian di Kabupaten Gianyar 12 titik (540 jiwa), Jembrana 4 titik (82 jiwa), Kabupaten Karangasem 93 titik (37.812 jiwa), Kabupaten Klungkung 162 titik (19.456 jiwa), dan Kabupaten Tabanan 17 titik (1.080 jiwa).
Jumlah pengungsi ini, sambung Sutopo, lebih besar dibanding penduduk yang tinggal dalam radius berbahaya. PVMBG merekomendasikan warga yang tinggal dalam radius 9 kilometer dari puncak kawah Gunung Agung harus mengungsi.
Selain itu, warga yang tinggal 12 kilometer di sektor utara-timur laut dan 12 kilometer di sektor tenggara-selatan-barat daya juga harus mengungsi.
“Memang sulit menentukan jumlah penduduk secara pasti. Sebab data penduduk menggunakan basis administrasi desa. Sedangkan data radius menggunakan batas daerah berbahaya oleh letusan Gunung Agung,” tutur Sutopo.
Sutopo mengatakan, wilayah desa terpotong oleh garis radius berbahaya. Karenanya tidak mudah memastikan jumlah penduduk. Akhirnya disepakati menggunakan pendekatan. Dari pendekatan itu, jumlah penduduk yang harus dievakuasi diperkirakan mencapai 62.000 orang.
“Batas radius berbahaya itu mudah terlihat di peta. Di lapangan tidak nampak. Di lapangan masyarakat tidak tahu mereka tinggal di dalam radius berapa. Inilah yang menyebabkan masyarakat yang tinggal di luar garis radius berbahaya pun ikut mengungsi,” tambahnya.
Apalagi saat status Gunung Agung dinaikkan menjadi Awas (Level IV). Ribuan masyarakat mengungsi pada malam hari sehingga masyarakat yang tinggal di desa di luar radius berbahaya pun ikut mengungsi.
Ini adalah hal yang wajar saat bencana. Saat letusan Gunung Merapi tahun 2010, pengungsi mencapai lebih dari 500.000 jiwa ketika radius berbahaya dinaikkan dari 15 kilometer menjadi 20 kilometer. KBID-BLI