KAMPUNGBERITA.ID-Polemik tanah surat ijo di Surabaya masih berkepanjangan dan belum ada tanda-tanda selesai. Bahkan, warga pemilik tanah surat ijo ini menuntut kejelasan hak kepemilikan tanahnya ke Pemkot Surabaya. Namun pemkot sendiri belum bisa memberikan kepastian karena masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR).
Permasalahan surat ijo menjadi salah satu persoalan yang disampaikan warga Surabaya ke Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi saat acara Sambat Warga di Balai Kota, Sabtu (20/8/2022).
Seperti diketahui, surat ijo adalah istilah penyebutan tanah yang berstatus milik Pemkot Surabaya dan dialihfungsikan jadi lahan bangunan, rumah warga maupun tempat usaha. Masyarakat yang bersertifikat surat hijau ini selalu dikenakan biaya retribusi setiap tahunnya. Besaran biayanya pun beragam, tergantung lokasi kelas dan luas tanah.
“Kita berdiri di sini, itu mencari solusi. Tidak kembali lagi mengatakan soal aturan hukum. Karena kalau bicara itu, satu-satunya jalan hanya pengadilan. Tapi saya tidak ingin itu. Yang ada sekarang bagaimana warga Surabaya yang ada di surat ijo itu tidak bayar retribusi dobel dengan PBB,” kata Eri Cahyadi.
Seperti diketahui, besaran nilai jual objek pajak (NJOP) juga ditetapkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB). Itu merupakan salah satu alasan warga merasa keberatan dan ingin memiliki secara utuh tanahnya.
“Karena sudah jadi aset negara, kalau keluar maka kerugian negara. Sehingga bukan lagi kita yang menentukan sendiri tapi penegak hukum KPK, kejaksaan, kepolisian, pemkot, itu Insya Allah sudah disampaikan menteri akan ada pertemuan seluruh stakeholder. Saya juga kasihan dengan warga surat ijo tiap tahun begini terus tanpa solusi,” terang dia.
Eri Cahyadi menyatakan surat ijo ini sekarang sudah menjadi aset negara, sehingga kalau ada yang melepas tidak bisa. Sudah ada aturan PP-nya terkait pengelolaan barang daerah. Kalau putusan pengadilan yang mengatakan itu harus dilepas, maka akan saya lepas. Karena ini adalah kepentingan umat tapi jangan menyalahi aturan,” ungkap dia.
Sebelumnya, Eri Cahyadi sudah mengatakan, bahwa berdasarkan forum pertemuan dengan Menteri ATR, Hadi Tjahjanto, rencananya status tanah surat ijo akan berubah dari hak pengelolaan lahan (HPL) menjadi hak guna bangunan (HGB) di atas HPL. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa menempati rumah tersebut dengan kepastian hukum yang jelas.
Termasuk besaran iuran atau retribusi akan lebih ringan, nantinya masyarakat cukup membayar retribusi dalam kurun waktu 25 sampai 30 tahun sebesar Rp50 ribu per persilnya tiap tahun. Baru kemudian dilanjutkan membayar PBB.
“Di forum, Pak Menteri sudah menyampaikan HGB di atas HPL. Tapi bentuk dan langkah seperti apa belum ada juknisnya. Tapi yang jelas HGB di atas HPL. Kita menunggu saja. Keputusan apa pun dari kementerian akan saya jalankan,”pungkas dia. KBID-BE