KampungBerita.id
Kampung Raya Lakone Politik & Pilkada Surabaya Teranyar

Sirkulasi Elite Partai Golkar Suatu Keniscayaan

Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Surabaya, Bidot Suhariyadi.@KBID-2023.

DUNIA politik sering menjadi hal yang selalu menarik untuk diikuti. Alhasil, tak sedikit orang yang membahas perihal politik.

Namun, ada juga yang acuh dengan dunia politik karena kerap dinilai menimbulkan kegaduhan. Kendati demikian, dunia politik bisa memberikan perubahan di masyarakat.

Politik turut berperan mewujudkan kebaikan bersama. Hal tersebut tentunya yang menjadikan banyak orang tersadar untuk berpolitik. Maka dari itu Partai Golkar hadir untuk menuju Indonesia yang lebih baik, bersatu, kuat, maju, adil, dan makmur, untuk seluruh rakyat Indonesia, dari Aceh sampai Papua.

Kita sepakat sebagai kader Golkar selalu berpikir realistis, perubahan adalah suatu keharusan, karena kenyataanya dari tahun ke tahun kita selalu turun di peringkat 3, dan 4 dan seterusnya. Maka dari sekarang kita harus memahami kalau Partai Golkar itu adalah partai besar yang berpengalaman. Penurunan peringkat itu berarti ada yang salah dari para elite partai dalam mengelola organisasi kepartaian.

Ada kecenderungan para elite Partai Golkar menginginkan status Quo. Tapi kita tahu, status Quo adalah stabilitas palsu.

Di dalam politik, dikenal sebuah konsep menarik, yakni sirkulasi elite. Konsep ini dikemukakan oleh Gaetano Mosca (1858 – 1941) teoretisi politik Italia. Sementara Gaetano Mosca melihat bahwa pengertian sirkulasi elite terjadi apabila elite yang memerintah dianggap kehilangan kemampuannya dan orang luar di kelas tersebut menunjukkan kemampuan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa yang baru.

Konsep sirkulasi elite menjelaskan dalam setiap era, akan selalu ada sirkulasi atau perputaran elite. Baik elite yang satu digantikan oleh elite yang lainnya, maupun aktor atau pihak non-elite yang justru menggantikan elite yang tengah berkuasa.
Sirkulasi elite politik di dalam tubuh partai politik masih menjadi tantangan demokrasi di Indonesia. Pergantian pucuk pimpinan Partai Golkar, mengindikasikan bahwa sirkulasi elite parpol berbasis ketokohan masih sangat dominan.

Siklus 20 Tahunan

Golkar justru meraih masa keemasan menjadi pemenang Pemilu 2004 dengan perolehan suara 21,58 persen. Padahal di Pemilu 1999, atau setahun setelah Soeharto mundur, suara Golkar anjlok dari 74,51 persen menjadi 22,44 persen, menempatkannya di bawah PDI Perjuangan.

Perolehan suara Golkar di Pemilu 2004 mengungguli suara PDI Perjuangan sebesar 18,53 persen dan Partai Persatuan Pembangunan dengan 10,57 persen. “Golkar sadar mereka harus adaptasi cepat dengan situasi yang berubah. Kalau tidak, mereka akan lewat,”

Golkar berhasil beradaptasi di bawah kepemimpinan Ketua Umum Akbar Tandjung. Akbar mendesain tranformasi kepartaian dengan membuat paradigma baru Partai Golkar. Alhasil, Golkar sukses memutus koneksi dengan Orde Baru yang membesarkan namanya. “Pasca-Reformasi mereka sudah selesai dengan Orde Baru,”.

Golkar bangun dari keterpurukan setelah Pemilu 1999. Kebangkitan Golkar di Pemilu 2004 disokong faktor Jusuf Kalla yang memiliki kekuatan modal finansial. “Pak JK mampu mendekati daerah-daerah dengan memberikan gizi kembali,”. JK lantas menggantikan Akbar Tanjung menjadi Ketua Umum Golkar pada Desember 2004.

Golkar sukses membenahi internal mereka menjadi partai terbuka dan demokratis. Tampuk kepemimpinan partai misalnya, secara periodik berganti melalui forum musyawarah. Begitu juga proses pengambilan keputusan lewat forum yang melibatkan seluruh struktur partai di daerah, kaderisasi serta kompetisi pun terjadi di internal Golkar, tetapi faksi-faksi yang ada relatif terakomodasi.

“Partai bernuansa Orde Baru lainnya tidak berhasil. Golkar bertahan karena dia tidak bergantung pada tokoh internal (patron),”.

Kendati begitu, partai tak pelak terpengaruh saat elite-elitenya bergantian hengkang dan mendirikan partai baru. Wiranto misalnya, meninggalkan Golkar setelah Pemilu 2004 dan mendirikan Hanura pada 2006. Ada juga Surya Paloh yang membentuk NasDem dan Prabowo Subianto yang hengkang lalu membidani Gerindra.

Pada akhir 2014, partai juga didera konflik internal dengan dualisme kepemimpinan Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Islah baru terjadi bulan Mei 2016 dengan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Bali yang menetapkan Setya Novanto menjadi ketua umum.

Setelah Pemilu 2004, perolehan kursi Golkar di parlemen memang terus menurun. Di Pemilu 2009, partai beringin mendapat 106 kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Jumlah ini berkurang di Pemilu 2014 menjadi 91 kursi dan di Pemilu 2019 tinggal 85 kursi saja. Meski bertahan dengan menjadi partai terbuka dan modern, Golkar minim inovasi. Partai Golkar tak cukup tanggap merespons perubahan demografi pemilih.

Basis politik Golkar tidak banyak bergeser sejak Pemilu 1999 hingga 2019, yakni pemilih di luar Jawa, masyarakat luar Jawa. “Demografi pemilih berubah, Golkar relatif agak telat beradaptasi dengan itu,”.

Tahun 2024 adalah momentum Partai Golkar meraih kemenangan lagi, ini sesuai dengan keyakinan para kader Partai Golkar tentang siklus 20 tahunan.

Sebagai kader Partai Golkar saya berfikir dalam meraih kemenangan Pemilu 2024, Ini yang lebih penting kita harus merubah narasi klu kita selalu ada di dalam kekuasaan, narasi seperti itu harus dihilangkan saat ini. Kita harus ciptakan narasi “Kita harus merebut kekuasaan “, kita harus bisa berkuasa, karena, dalam politik tujuan awal adalah merebut kekuasaan. Dengan berkuasa itu adalah suatu prestasi dalam organisasi politik.

Kalau kita selalu memakai pola ada di dalam kekuasaan, maka itu tidak menguntungkan bagi organisasi Partai Golkar secara keseluruhan, tapi pola seperti itu sangat menguntungkan hanya bagi para elite Partai Golkar. Kalau kita bisa merebut kekuasaan, maka itu akan menguntungkan organisasi Partai Golkar. Bagi Golkar partai dilahirkan untuk memperoleh kemenangan. Karena dengan kemenangan partai akan bisa berbuat banyak untuk kesejahteraan dan kemaslahatan banyak orang atau umat.

Isu Munaslub

Akumulasi dari isu Munaslub yang lagi ramai saat ini adalah Airlangga Hartarto dinilai Nggak serius nyapres, terlalu fokus sebagai Menko Perekonomian jadinya Partai Golkar Nggak terurus. Faktanya hasil elektabilitas Airlangga Hartarto yang masih rendah untuk menjadi Capres di Pilpres 2024. Itu berdampak pada hasil survei partai politik. Partai Golkar hasil survei terkini stagnan cenderung menurun.
Saran saya sebagai kader Partai Golkar di daerah menginginkan Airlangga Hartarto fokus dengan persiapan kontestasi Pilpres dan Pileg 2024, dan tak lagi membebani pikiran dengan tugas negara.

Seandainya isu Munaslub menjadi kenyataan. Siapapun tokohnya nanti, maka kami kader Partai Golkar berharap tokoh yang akan menggantikan Airlangga Hartarto adalah sosok yang bisa membawa Partai Golkar menuju Kemenangan Pemilu 2024. Baik kemenangan pileg, pilpres maupun pilkada. Salam solidaritas dari Kader Partai Golkar Surabaya.(*)

Oleh : Bidot Suhariyadi (Wakil Sekretaris DPD II Partai Golkar Surabaya)

Related posts

Wujudkan Sidoarjo Bebas Sampah, Camat Diminta Bersih-bersih

RedaksiKBID

Gedung Siola Surabaya jadi Mall Pelayanan Publik

RedaksiKBID

Wajib Terapkan Prokes, Kapolda Jatim Tegaskan Kegiatan Idul Adha di Masjid Ditiadakan

RedaksiKBID